Jakarta (ANTARA News) - Investor Jepang mengaku enggan masuk Indonesia jika pasokan gas untuk industri masih tidak terjamin secara berkelanjutan.
"Sewaktu saya ke Jepang, mereka bilang jika Anda (pemerintah) memberikan sinyal adanya pasokan gas yang memadai, kami akan masuk," kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat seusai raker gabungan antara Komisi IV, VI, dan VII DPR-RI dengan lima kementerian, Rabu.
Menurut Hidayat, kalangan investor lokal (PMDN) di sektor petrokimia dan investor Jepang (PMA) yang telah ada di Indonesia juga menunda sementara realisasi investasi mereka pada tahun ini dengan alasan yang sama.
Hidayat memperkirakan nilai investasi yang tertunda itu bisa mencapai dua miliar dolar AS.
"Mereka bilang, BUMN pupuk seperti PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) I dan II kekurangan gas, sedangkan PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) tutup, apalagi kami yang hanya dari kalangan swasta. Saya terhenyak digituin," tuturnya.
Oleh karena itu, Hidayat meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa mendorong realisasi sejumlah proyek eksplorasi dan eksploitasi ladang-ladang gas baru.
"Gas merupakan faktor pendorong agar pertumbuhan ekonomi tercapai. Pada 2009, industri pengolahan berkontribusi 26,16 persen terhadap PDB. Ini jumlah yang sangat signifikan," jelasnya.
Hidayat menyebutkan setidaknya ada 19 sektor industri yang membutuhkan pasokan gas secara berkelanjutan, antara lain industri petrokimia berbasis olefin, pupuk, logam dasar besi dan baja, serta keramik.
Rapat kerja gabungan dengan Komisi IV, VI, dan VII DPR RI akhirnya menghasilkan kesimpulan untuk mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan problem gas industri nasional melalui sejumlah rencana aksi konkret.
Rapat tersebut diikuti lima menteri, yaitu Menteri Perindustrian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Negara BUMN, Menteri Perdagangan, dan Menteri Koordinator Perekonomian.
Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto yang memimpin rapat tersebut mengatakan DPR mendesak lima kementerian itu segera membuat rencana aksi terkait dengan langkah-langkah kebijakan prioritas penanggulangan problem gas nasional.
Langkah-langkah tersebut antara lain melalui peningkatan realisasi investasi migas di lapangan-lapangan gas baru, seperti Donggi-Senoro, Masela, Natuna Blok D Alpha, renegoisasi kontrak penjualan gas luar negeri, percepatan produksi lapangan gas baru, serta pengembangan coal bed methane (CBM).
"Dalam upaya menghubungkan antara pusat-pusat sumber gas yang berada jauh dari pusat konsumen, Komisi IV, VI, dan VII meminta pemerintah membuat rencana aksi untuk segera membangun infrastruktur khususnya jaringan pipa transmisi dan distribusi gas bumi serta LNG receiving terminal," katanya.
Dewan Perwakilan Rakyat juga meminta pemerintah agar secepatnya membuat kebijakan harga (pricing policy) gas dalam negeri supaya industri dalam negara mampu bersaingan di pasar global. (E014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010