London (ANTARA News/AFP) - Dua tentara Inggris ditembak mati pada Selasa di Afghanistan selatan, membuat korban tewas tentara negara itu sejak serbuan pimpinan Amerika Serikat (AS) hampir 300 orang, kata Kementerian Pertahanan Inggris.
Pengumuman itu muncul sesudah kementerian tersebut menyatakan satu marinir tewas pada Senin akibat luka parah dari bakutembak.
Kematian terkini itu membuat 2010 menjadi tahun kedua terburuk bagi pasukan Inggris di Afghanistan, dengan 53 orang kehilangan nyawa.
Mereka juga menyebut 298 tentara Inggris tewas sejak gerakan dimulai pada Oktober 2001. Dari jumlah tersebut, sedikit-dikitnya 264 tewas akibat "tindakan bermusuhan".
Kedua tentara tewas pada Selasa itu ditembak dalam kejadian terpisah di daerah Nad-e Ali, propinsi Helmand, Afghanistan selatan. Mereka dari Batalyon 1 Resimen Duke Lancaster.
"Kedua tentara itu bagian dari ronda keamanan dalam upaya meningkatkan gerakan kebebasan bagi rakyat setempat ketika tewas akibat tembakan senjata ringan," kata juru bicara Satuan Tugas Helmand Letnan Kolonel James Carr-Smith.
"Mereka meninggal dalam tugas, di antara rekan mereka dan niat meningkatkan kehidupan rakyat jelata Afghanistan," katanya.
Korban pada Senin, dari Komando Marinir 40, meninggal di rumah sakit di Birmingham, Inggris tengah, akibat cedera dari pertempuran di kota Sangin di Helmand pada Minggu.
"Ia merupakan bagian dari ronda jalan kaki, yang memberikan peningkatan keamanan setempat bagi perbaikan pangkalan ronda di daerah Sangin ketika peristiwa itu terjadi," kata Carr-Smith.
Keluarga terdekat ketiga tentara tersebut sudah diberitahu.
Inggris memiliki sekitar 9.500 tentara di Afghanistan, terutama memerangi pejuang Taliban di Helmand, menjadikannya penyumbang terbesar kedua kekuatan NATO di Afghanistan.
Pemerintah gabungan baru di London menjadikan perang di Afghanistan kebijakan utama politik luar negerinya.
Menteri Luar Negeri William Hague, Menteri Pertahanan Liam Fox dan Sekretaris Pembangunan Antarbangsa Andrew Mitchell pada tengah Mei menemui Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Kabul untuk melakukan pembicaraan.
Kedua menteri itu menyatakan tidak ada tenggat bagi penarikan, tapi mengatakan memutuskan cara terbaik untuk mendukung siasat antarbangsa untuk mengahiri perlawanan tersebut.
Pada pekan sebelumnya, Fox mengatakan kepada suratkabar "Times of London" bahwa pemerintah berharap mempercepat penarikan itu, dengan menyatakan Inggris di Afghanistan tidak demi kebijakan pendidikan di negara kacau abad ke-13 tersebut.
Fox menambahkan, "Kemudian kami pergi, kami bukan penjajah, kami bagian dari persekutuan, yang berusaha memastikan rakyat Afghanistan memiliki pemerintah untuk melindungi mereka dan kepemimpinan untuk mencapai tujuan mereka sebagai negara merdeka."
Namun, dengan Inggris menghadapi kesulitan anggaran, pemerintah Perdana Menteri David Cameron ingin mengurangi biaya di Kementerian Pertahanan sampai sedikit-dikitnya 25 persen, meskipun telah berikrar menambah dukungan tentara.
Terdapat lebih dari 120.000 prajurit asing, terutama dari Amerika Serikat, di Afghanistan untuk membantu pemerintah Presiden Hamid Karzai mengatasi perlawanan, yang dikobarkan sisa Taliban.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan perlawanan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh serbuan pimpinan Amerika Serikat pada 2001, karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaida Osama bin Ladin, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah negara adidaya itu, yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
(Uu.B002/H-AK/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010