Jakarta, 16 Juni 2010 (ANTARA) - Kementerian Kehutanan akan menggelar Rapat Koordinasi Para Pihak Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan, dengan narasumber kebijakan Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pertanian. Narasumber teknis meliputi Kepala BNPB, Kepala BMKG, Kepala LAPAN, Gubernur Kalimantan Barat dan KAPOLRI. Peserta rakor terdiri dari Gubernur di 11 Propinsi rawan karhutla, 30 Bupati/Walikota yang terdapat Daops Manggala Agni di Wilayah Kerjanya, Kepala Balai Besar KSDA dan Kepala Balai KSDA yang terdapat Daops Manggala Agni, pejabat Eselon I dan II di lingkup Kementerian Kehutanan dan mitra kerja terkait lainnya.
Rapat Koordinasi Para Pihak Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan dimaksudkan untuk :
Membangun kesepahaman para pihak tentang permasalahan kebakaran hutan dan lahan, terutama dampak negatif asap yang ditimbulkan sangat nyata berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekologis, kesehatan, ekonomi dan politik sehingga perlu ditanggulangi bersama-sama.
Memetakan kekuatan para pihak terutama tentang sumber daya yang dimilikinya (program, anggaran, personil, sarana prasarana dan kewenangan).
Melakukan pendekatan secara holistik dan sinergi dalam upaya peningkatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
Membuat rencana aksi bersama sehingga dapat saling mengisi dan melengkapi.
Pemerintah Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (2010-2014) menetapkan program prioritas pengendalian kebakaran hutan dan lahan dengan menekan laju jumlah hotspot berkurang 20% per tahun. Target ini harus tercapai dengan mengantisipasi komunitas global perubahan iklim di mana Presiden RI yang menetapkan pengurangan emisi CO2 sebesar 26% pada tahun 2020.
Salah satu pemicu meningkatnya kebakaran hutan adalah pembukaan lahan yang dilakukan di kawasan bekas penebangan liar (illegal logging) dan di kawasan hutan yang tidak dikelola secara intensif seperti di kawasan eks HPH serta konversi lahan untuk perkebunan-perkebunan besar. Sedangkan kebakaran lahan disebabkan masyarakat masih melakukan pembukaan lahan dengan membakar untuk usaha pertaniannya sebagai tradisi yang turun menurun. Cara ini mereka lakukan karena murah, mudah, cepat dan dianggap dapat menyuburkan tanah, sedang alternatif lain yang lebih kompetitif belum dikembangkan.
Timbulnya asap di berbagai wilayah di Indonesia seolah-olah seluruhnya disebabkan oleh kebakaran hutan. Pada kenyataannya sebagian besar kebakaran justru terjadi di luar kawasan hutan. Data hotspot yang dipantau dari satelit NOAA antara tahun 2002 sampai dengan 2010, menunjukkan bahwa 70 - 80 % kebakaran terjadi di luar kawasan hutan dan hanya 20 - 30 % kebakaran yang berada di dalam kawasan hutan. Karakteristik kebakaran lahan dan hutan di Indonesia sangat spesifik karena sebagian besar berada di lahan gambut yang sangat potensial menimbulkan asap.
Pengendalian Kebakaran Hutan merupakan tanggungjawab semua pihak. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku bahwa kewenangan pengendalian kebakaran pada:
Hutan Produksi adalah Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota (PP. 38 tahun 2007) dan unit pengelola lahan dan hutan (PP. 4 Tahun 2001)
Hutan Lindung adalah Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota (PP. 38 tahun 2007)
Hutan Konservasi adalah Kementerian Kehutanan, melalui UPT dikelola BBKSDA, BBTN, BKSDA dan BTN (UU. No. 5 tahun 1990)
Lahan dan kebun adalah Instansi Terkait, Pemda dan Masyarakat (UU. No. 18 Tahun 2004)
Dalam hal ini, Manggala Agni dapat "membantu" pengendalian kebakaran hutan di luar kawasan konservasi bersama-sama dengan instansi terkait lainnya.
Kebakaran lahan dan hutan di Indonesia merupakan permasalahan yang rutin terjadi setiap tahun khususnya pada musim kemarau. Kebakaran lahan dan hutan yang terjadi dalam dua dekade terakhir, khususnya tahun 1997-1998, bukan hanya merupakan bencana lokal dan nasional, namun juga telah meluas menjadi bencana regional. Polusi asap yang dihasilkan dari kebakaran lahan dan hutan telah menimbulkan kerugian bagi masyarakat di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara terutama Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam.
Setiap pembangunan yang memerlukan pembukaan lahan harus dilakukan tanpa pembakaran. Bagi pemegang hak yang melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran dikenakan sanksi. Ketentuan pidana bidang kebakaran hutan dan lahan menurut Undang-Undang No 41 Th 1999 Tentang Kehutanan Pasal 78 yaitu :
Sengaja membakar, sanksi pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda 5 miliar.
Kelalaian, sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda 1,5 miliar.
Sedangkan menurut Undang-Undang 18 Th 2004 Tentang Perkebunan Pasal 48 dan pasal 49:
Sengaja membakar, sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda 10 miliar.
Kelalaian, sanksi pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda 3 miliar.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Bintoro, Kepala Bidang Analisis & Kerjasama Informasi, mewakili Kepala Pusat Informasi Kehutanan, Kementerian Kehutanan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010