Jakarta (ANTARA News) - Dunia gagal mewujudkan sasaran untuk mengembangkan teknologi guna menangkap karbon, kata pengawas energi negara ekonomi industri, Senin (14/6), saat lembaga itu melapor kembali ke negara G8 mengenai janji masa lalu mereka.

Pada pertemuan puncak di Jepang dua tahun lalu, delapan negara ekonomi terkemuka di dunia mendukung sasaran Badan Energi Internasional (IEA) untuk meluncurkan 20 proyek berskala besar guna memperlihatkan teknologi untuk menangkap dan menyimpan karbon paling lambat pada 2010.

Pada kenyataannya, hanya lima proyek semacam itu yang beroperasi saat ini, semuanya dilancarkan sebelum pertemuan puncak 2008, kata penasehat IEA kepada 28 negara maju sebelum pertemuan puncak G8 di Kanada pekan depan.

Tak satu pun dari proyek yang ada tersebut melakukan uji-coba rangkaian penuh pemrosesan CCS, yang melibatkan penangkapan dan kemudian penyaringan serta penyimpanan buangan karbon di bawah tanah dari pembangkit listrik tenaga gas dan batu bara.

"(Sasaran 2010) tetap menjadi tantangan dan akan mengharuskan semua pemerintah dan sektor industri bekerja sama," kata IEA dalam satu laporan ke pertemuan puncak Kelompok 8 Negara Industri (G8) di Kanada, sebagaimana dilaporkan kantor berita Inggris, Reuters.

Namun, satu proyek baru Australia telah meluncurkan dan melanjutkan pembangunan guna mengujicoba proses penuh CCS.

Yang juga menjadi catatan positif, IEA memperkirakan pemerintah telah menyampaikan komitmen selama dua tahun belakangan untuk menyediakan 26 miliar dolar AS, dengan keperluan anggaran tahunan antara 5 miliar dan 6,5 miliar dolar AS selama satu dasawarsa selanjutnya.

IEA menyatakan bahwa CCS adalah teknologi penting guna memerangi perubahan iklim karena itu dapat memungkinkan negara berkembang terus membakar pasokan batu bara murah dan tetap mengekang buangan karbon, saat mereka berusaha menumbuhkan ekonomi mereka.

Negara berkembang sekarang menjadi sumber utama global peningkatan buangan gas rumah kaca.

IEA memperkirakan bahwa sebanyak 100 proyek CSS berskala besar diperlukan di seluruh dunia paling lambat pada 2020, sebanyak separuhnya di negara berkembang, guna memelihara ambang aman perubahan iklim.

Laporan yang dikeluarkan Senin (14/6) memperhitungkan bahwa pemerintah terikat komitmen antara 19 dan 43 proyek besar paling lambat pada 2020, dan menyampaikan perkiraan lain mengenai 80 proyek dalam berbagai tahap pembangunan.

"Upaya yang jauh lebih besar akan diperlukan guna memenuhi tingkat penggelaran masa depan," katanya.(ANT/S018)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010