Ambon (ANTARA News) - Raja (Kepala Desa) Liang, Abdul Razaq Opeir, yang pernah tersangkut kasus dugaan korupsi pengadaan bahan bangunan rumah (BBR) pada 2003 menuntut Kejaksaan Negeri Ambon mengembalikan barang bukti miliknya.
"Saya minta Kejaksaan Negeri Ambon segera mengembalikan barang bukti berupa 46 kloset jongkok dan mobil bernomor polisi N 2381 BE beserta surat-surat yang terdapat di dalamnya ke tempatnya semula," kata Abdul Razaq Opeir kepada ANTARA di Ambon, Senin.
Abdul Razaq Opier tersangkut kasus korupsi karena dugaan mengajukan data fiktif 26 kepala keluarga (KK) bukan pengungsi ke dalam daftar pengungsi penerima BBR Desa Liang pada 2003 yang merupakan proyek Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Maluku.
Kasus itu pada tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dimenangkan oleh pihak kejaksaan, namun pada tingkat kasasi dimenangkan terdakwa Abdul Razaq Opeir.
"Hasil Keputusan Mahkamah Agung RI No. 1202 K/Pid/2007, tanggal 28 November 2007 membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Maluku No. 80/PID/2006/PT.MAL, tanggal 23 November 2006 yang memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Ambon No. 215/Pid.B/2005/PN.AB, tanggal 2 Agustus 2006," katanya.
Atas putusan MA tersebut, kata Opier, dirinya dilepaskan dari segala tuntutan serta memerintahkan barang bukti berupa 46 kloset jongkok, satu unit mobil Kijang kapsul EF1 1,8 warna kuning metalik bernomor polisi N 2381 BE beserta surat-surat yang terdapat di dalamnya plus uang tunai Rp200.000,00 dikembalikan ke tempatnya semula.
Pertimbangan para hakim Mahkamah Agung dalam perkara tersebut, antara lain Abdul Razaq Opier terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, namun hal itu bukan merupakan kejahatan maupun pelanggaran hukum.
"Terdakwa melakukan perbuatan tersebut (memasukan 26 KK bukan pengungsi ke dalam daftar pengungsi penerima BBR, red.) tidak untuk kepentingan pribadi, tetapi atas dasar kebijakan sebagai kepala desa untuk menghindarkan kecemburuan masyarakat sebab penduduk setempat juga perlu dibantu," demikian bunyi putusan MA itu.
Mobil "Raib"
Menurut Abdul Razaq Opier, saat perkara tersebut masih dalam proses persidangan di tingkat PN Ambon dan PT Maluku, mobil Kijang kapsul EF1 1,8 warna kuning metalik miliknya masih terparkir di kantor Kejaksaan Tinggi Maluku.
Namun begitu perkara itu dia menangkan pada tingkat kasasi, mobil tersebut "raib" atau tidak tampak lagi di halaman kantor Kejati Maluku.
"Mobil itu bertahun-tahun terparkir di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku. Padahal sesuai ketentuan, setelah mobil itu disita dengan dugaan saya melakukan tindak pidana korupsi seharusnya disimpan di Rupasa (Rumah Peyimpanan Barang Sitaan). Namun, setelah ada putusan MA, mobil tersebut tidak pernah saya lihat lagi di sana," katanya.
Ditanya alasan "penahanan" barang-barang miliknya, dia mengatakan kejaksaan beralasan belum ada pemberitahuan dari PN Ambon kepada jaksa.
"Padahal putusan MA sudah diberitahukan dan sama-sama telah diambil oleh jaksa penuntut umum dan kuasa hukum saya pada hari Rabu, 9 September 2009. Sementara batas waktu terkait hak jaksa dan terdakwa untuk mengeksekusi dan lainnya menurut ketentuan itu adalah enam bulan, namun hingga kini belum dilaksanakan," katanya menambahkan.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Daniel Palapia, ketika dimintai konfirmasi di kantornya, tidak bersedia memberikan keterangan apa pun.
"Bapak sedang sibuk. Beliau sedang menandatangani beberapa berkas untuk pertemuan dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)," kata Kotje Pattipawae, staf Kejari Ambon Bagian Tata Usaha kepada ANTARA.
Bahkan, ketika ANTARA mencoba melalui pesan singkat (SMS), Kajari Ambon tidak menanggapinya. (RMY/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010