"Kewaspadaan itu diperlukan karena terorisme musuh bersama, dapat dilakukan oleh siapa saja, dan tidak terkait agama tertentu," kata Erdinto di Pekanbaru, Jumat.
Baca juga: Polri pastikan senjata digunakan pelaku teror Mabes Polri jenis airgun
Baca juga: Polisi dalami asal usul senjata api pelaku teror Mabes Polri
Dia mengatakan itu, terkait teror berupa bom bunuh diri yang dilakukan pasangan suami istri berinisial L (suami) dan YSF (istri) di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/3).
Teroris kemudian menyerang Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3) sore. Pelaku yang juga mahasiswi itu ditembak setelah berhasil masuk ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Menurut Erdianto, selain meningkatkan kewaspadaan masyarakat juga diharapkan tidak mudah menyimpulkan sebelum aparat berwenang selesai melakukan penyidikan.
"Tuding menuding hanya akan memperkeruh harmoni sosial yang ada di tengah masyarakat," katanya.
Sebab dalam Islam pun, pada masa perang saja menghancurkan tempat ibadah dilarang apalagi dalam keadaan damai. Demikian juga ajaran agama lain. Jika ada yang mengatasnamakan agama dalam melakukan terorisme, itu penyimpangan dalam memahami agama.
Ia menekankan perlu lebih ditingkatkan pengawasan yang ketat dari intelijen dan antisipasi terhadap potensi ancaman terorisme itu.
"Bangun kewaspadaan di tengah masyarakat terhadap potensi bahaya itu, dan masyarakat perlu cepat melapor jika melihat ada yang mencurigakan," kata Dosen Hukum Pidana Universitas Riau itu.
Baca juga: Pengamat: Milenial sasaran utama perekrutan teroris
Baca juga: Pengamat: Waspadai teroris warga jangan takut melapor
Pewarta: Frislidia
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021