Jakarta, 14/6 (ANTARA) - Pada tanggal 3-5 Juni 2010 di Busan, Korea telah diselenggarakan rangkaian pertemuan Deputi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral serta Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral kelompok Negara G-20 yang dihadiri oleh 20 Anggota G-20, lembaga-lembaga internasional (Bank Dunia, IMF, dan OECD), beserta 4 negara yang diundang sebagai observer yaitu Vietnam, Ethiopia, Belanda dan Malawi. Agenda utama pertemuan ini adalah membahas situasi terkini ekonomi global, tindak lanjut penanganan krisis keuangan dan langkah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi global yang lebih kuat, seimbang dan berkesinambungan. Agenda dibagi menjadi lima sesi yaitu: (i) sesi ekonomi global; (ii) sesi framework untuk pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang dan berkelanjutan; (iii) sesi regulasi keuangan; (iv) sesi Global Financial Safety Net dan IFI's reform, dan (v) sesi isu lainnya.
Pada pertemuan ini Menteri Keuangan RI (Menkeu), Agus Martowardojo, menyampaikan pentingnya negara maju menerapkan rencana konsolidasi fiskal dan pengurangan defisit pada tingkat yang kredibel untuk mengembalikan kepercayaan pasar, terutama untuk kawasan Eropa. Menkeu juga menyatakan forum G-20 mengharapkan semua negara dapat melakukan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkesinambungan, dan seimbang. Masyarakat miskin harus dijaga agar bisa menikmati pertumbuhan ekonomi tersebut.
Selain itu, Menkeu juga menyampaikan bahwa pembentukan Global Financial Safety Net (GFSN) sebagai suatu sarana untuk membantu negara yang mengalami gejolak ekonomi yang disebabkan volatilitas arus dana global, memiliki peran penting. Namun desain GFSN harus mencakup aspek fiskal dan peran multilateral development banks seperti Bank Dunia juga harus ditekankan dalam mekanisme GFSN. Menanggapi isu penghapusan subsidi energi, Menkeu menyampaikan bahwa penghapusan subsidi harus dilakukan dengan sangat hati-hati, dilakukan secara bertahap dan tepat sasaran. Dampak terhadap masyarakat berpenghasilan rendah harus diminimalisir.
Secara umum, hasil yang diperoleh dari pertemuan dimaksud antara lain laporan IMF menyatakan bahwa sejak pertengahan tahun 2009, ekonomi global mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan, terutama pada beberapa negara maju. Meski demikian, masih terdapat down-side risk seperti volatilitas sektor keuangan yang semakin meningkat, terutama disebabkan kekhawatiran atas sustainabilitas fiskal di Eropa. Untuk memperbaiki tingkat kepercayaan pasar, beberapa kebijakan perlu diambil berupa konsolidasi fiskal dan reformasi struktural. Bagi negara maju yang mengalami defisit perlu memperbaiki fiscal balance dan fiscal debt pada level yang yang kredibel. Untuk mengatasi ketidakseimbangan global, diperlukan koordinasi internasional untuk menyeimbangkan kembali permintaan global. Bank Dunia melaporkan kondisi ekonomi negara berkembang di mana diperkirakan ekonomi akan tumbuh sekitar 6% untuk 2010-2012. Empat tema digunakan untuk analisa pertumbuhan ekonomi melalui: (i) pertumbuhan global sebagai sentral untuk mendorong pembangunan, (ii) multipolarity (distribusi kekuasaan di mana lebih dari dua negara memiliki kekuatan yang nyaris sama dalam bidang militer, budaya, dan pengaruh ekonomi); (iii) ketersediaan pembiayaan pembangunan, dan (iv) perdagangan terbuka.
Para Menteri menyepakati untuk mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan yang akan diambil untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, seimbang dan berkelanjutan melalui berbagai skenario pertumbuhan ekonomi jangka menengah, yaitu: proyeksi pertumbuhan berdasarkan data yang diserahkan anggota G20 (base case); skenario yang menggali kebijakan untuk mencapai pertumbuhan yang kuat, seimbang dan berkelanjutan (upside scenario); dan skenario untuk menggali kebijakan apabila resiko-resiko yang berdampak terhadap G20 terjadi, beserta alternatif kebijakan yang dapat diambil (downside scenario). Kebijakan ekonomi dapat dilakukan melalui reformasi struktural serta konsolidasi fiskal. Sedangkan untuk negara-negara berkembang yang sedang mengalami surplus ekonomi (emerging surplus economy), kebijakan yang diambil di antaranya berupa peningkatan pembangunan infrastruktur.
Dalam upaya reformasi sektor keuangan, G20 menyepakati untuk meningkatkan transparansi dan penguatan neraca bank serta tata kelola perusahaan (corporate governance) dari lembaga-lembaga keuangan. G20 juga berupaya untuk memperkuat standar permodalan dan likuiditas perbankan. Upaya ini disepakati akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan setelah situasi perekonomian mulai membaik. Di samping itu, disepakati bahwa pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga pemeringkat kredit serta Over The Counter derivatives harus ditingkatkan. Terkait isu perlakuan akuntansi, G20 menyepakati diperlukannya suatu standar akuntasi yang bersifat global dan meminta lembaga akuntasi internasional untuk terus meningkatkan upaya perbaikan standar akuntasi. G20 juga menyambut baik hasil survey OECD atas standar pertukaran data terkait perpajakan dan progress dari peer review.
Dalam kesempatan yang sama, G20 meminta agar proses reformasi di IMF dipercepat sebelum Seoul Summit, 11-12 November 2010. IMF diminta agar meningkatkan fungsi pengawasan yang menjadi mandatnya dan meningkatkan kerjasama yang lebih intensif dengan Financial Stability Board (FSB). Beberapa negara anggota berpendapat agar struktur permodalan IMF diperkuat yang dapat dilakukan dengan meminta agar semua negara yang berpartisipasi agar melaksanakan penambahan New Arrangement to Borrow (NAB).
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Kelompok G20 sepakat untuk bertemu kembali di Gyeongju, Korea pada tanggal 22 - 23 Oktober 2010 sebelum Seoul Summit yang akan diadakan pada November 2010.
Untuk informasi selengkapnya mengenai hal ini dapat dilihat di www.depkeu.go.id atau menghubungi Pusat Kebijakan Kerja Sama Internasional, Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu melalui nomor telepon (021) 3451128.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Harry Z. Soeratin, Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Kementerian Keuangan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2010