Teheran (ANTARA News/AFP) - Pemimpin oposisi Iran Mehdi Karroubi dikepung Minggu ketika berada di rumah seorang ulama senior di kota suci Qom oleh pendukung pemerintah yang juga menyerang mobilnya, kata situs berita oposisi.
Karroubi pergi ke Qom, Iran tengah, untuk acara perkabungan dan kemudian mengunjungi Ayatollah Yousef Sanaei di rumahnya ketika "kelompok kekuatan yang memiliki hubungan dengan (rejim) penguasa mengepung rumah itu," kata Kaleme.com.
"Berdasarkan atas keterangan sumber yang mengetahui di Qom, kelompok kekuatan itu masih mengepung rumah tersebut dan meneriakkan slogan-slogan yang menentang mereka," katanya.
Putra Karroubi, Hossein, mengatakan kepada situs itu, para pendukung pemerintah juga menggunakan pentungan dan rantai untuk menyerang mobil ayahnya yang diparkir di luar rumah Sanaie.
"Saya berbicara dengan pengawal ayah saya yang mengatakan bahwa ia terganggu" oleh serangan itu, katanya tanpa menjelaskan apakah pengawalnya itu terluka.
"Mobil kami kuat, namun kendaraan itu rusak sepenuhnya, yang menunjukkan amarah dalam serangan tersebut," kata Hossein.
Ia menambahkan, Karroubi masih bersembunyi di dalam rumah Sanaie yang dikepung oleh pendukung pemerintah.
"Cara mereka berkumpul menunjukkan bahwa mereka diatur dan dikomando dengan baik," kata Hossein.
Kaleme.com mengatakan, Karroubi berniat menemui Sanaei dan Hassan Khomeini, cucu dari Ayatollah Ruhollah Khomeini, bapak revolusi Islam Iran.
Karroubi dan Mir Hossein Mousavi, pemimpin lain oposisi, memelopori gerakan oposisi yang terus menilak pemilihan kembali Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden tahun lalu.
Sanaei, yang memiliki pengikut di dalam dan luar negeri, adalah pendukung kuat gerakan oposisi dan seringkali dikecam oleh kelompok garis keras, menurut situs oposisi.
Pada Desember sekitar 1.000 anggota milisi Basij yang ditakuti menyerang kantor Sanaei di Qom, kata situs reformis Norooznews.ir pada saat itu.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan umum tahun lalu yang disengketakan.
Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden 12 Juni lalu yang dipersoalkan, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Dua calon presiden yang kalah, Mousavi dan Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.
Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.
Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi paling akhir pada 27 Desember, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.
Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.
Termasuk yang diadili adalah pegawai-pegawai kedutaan besar Inggris dan Perancis serta seorang wanita Perancis yang menjadi asisten dosen universitas.
Sejauh ini sudah sejumlah orang yang dijatuhi hukuman mati dan puluhan orang divonis hukuman penjara hingga 15 tahun.
Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam protes pasca pemilu itu dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Ahmadinejad dan mengumumkan bahwa pemilihan itu sah, meski dipersoalkan sejumlah pihak.
Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.
Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan bahwa 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember, menurut data resmi. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010