Jakarta (ANTARA) - Maqdir Ismail selaku penasihat hukum Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim menilai terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bagi kedua kliennya sebagai bentuk kepastian hukum.
"Bagi kami sebagai kuasa hukum, ini adalah ada berita baik karena sudah ada kepastian hukum terhadap perkara akibat adanya krisis 1997/1998," kata Maqdir di Jakarta, Kamis.
Pada 31 Maret 2021, KPK mengeluarkan SP3 terhadap Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim dalam perkara dugaan korupsi proses Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
"Berita ini kami syukuri sebagai bukti adanya kepastian hukum dan adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia," ungkap Maqdir.
Baca juga: KPK jelaskan kronologi penerbitan SP3 untuk Sjamsul Nursalim
Langkah KPK tersebut adalah SP3 pertama sejak berlakunya UU baru, yaitu UU No 19 tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.
"Secara kebetulan yang mendapatkan SP3 pertama dari KPK adalah Pak Sjamsul Nursalim dan Bu Itjih Sjamsul Nursalim. SP 3 ini adalah adalah satu keniscayaan bagi semua orang yang mendapat masalah hukum pidana," tambah Maqdir.
SP3 tersebut menurut Maqdir wajar diterbitkan bila tidak ada bukti perbuatan tersebut merupakan perkara pidana.
"Atau buktinya tidak cukup, atau karena sudah ada putusan pengadilan yang menyatakan itu bukan perkara pidana, maka perkara lainnya harus dihentikan," kata Maqdir.
Sjamsul dan Itjih Nursalim terakhir kali diketahui berada di Singapura dan belum pernah memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.
SP3 tersebut diterbitkan pasca Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) KPK terhadap putusan kasasi mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung pada 16 Juli 2020.
Baca juga: KPK keluarkan SP3 untuk perkara Sjamsul Nursalim
Dalam putusan Kasasi MA pada 9 Juli 2019 untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung itu disebutkan bahwa perbuatan Syafruddin bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle echtsvervolging).
Padahal pada tingkat Pengadilan Tinggi, Syafruddin dinyatakan melakukan korupsi dan divonis penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar. Sedangkan di tingkat pengadilan tingkat pertama, Syafruddin juga dinyatakan bersalah dan divonis 13 tahun dan pidana denda Rp700 juta.
Namun karena putusan kasasi pada melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum maka jaksa eksekutor KPK pun mengeluarkan Syafruddin dari tahanan di rutan KPK pada 9 Juli 2019.
KPK lalu menyimpulkan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi sedangkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin Temenggung selaku penyelenggara negara.
"KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Baca juga: Maqdir minta KPK hapus status DPO terhadap Sjamsul Nursalim
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021