Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampouw, menyatakan bahwa idealnya parliamentary threshold tetap pada angka 2,5 persen.

"Saya kira belum saatnya kita menaikkan PT. Ini `kan hanya karena dilandasi sikap egoisme dan arogansi partai-partai besar," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, dalam konteks politik transisional seperti sekarang, hal itu justru bisa berbahaya karena dapat memunculkan kartel politik yang mengarah kepada sistem pemerintahan otoriter.

"Kita masih trauma dengan masa orde baru, dimana partai hanya tiga yang dengan mudah dikooptasi oleh pemerintah," katanya.

Jeirry Sumampouw kemudian menuturkan beberapa implikasi negatif kalau PT naik menjadi lima persen.

"Yang pertama, akan mengalami kerugian adalah rakyat. Sistem pemilu kita `kan masih berubah-ubah terus dan ini akan secara langsung membuat rakyat dibuat bingung terus dan tidak mengerti, sehingga suarnya bisa jadi tidak bermakna," katanya.

Hal yang kedua, menurut dia, situasi pada butir pertama tersebut berpotensi menjadikan suara tak bermakna jauh lebih besar dibanding pemilu lalu.

"Kemudian hal ketiga, menaikkan PT akan menghalang-halangi partai-partai baru masuk parlemen," ujarnya.

Jeirry Sumampouw mengusulkan angka cukup ideal, yakni 2,5 persen, karena angka itu membuka kemungkinan partai baru masuk Parlemen dalam setiap Pemilu.

"Sebab, jika setiap pemilu ada anggota partai baru masuk parlemen, maka dinamika politik bisa lebih dinamis dan progresif," katanya.

Menurut dia, akan berbeda jika parlemen hanya dihuni oleh partai yang "itu-itu" saja.

"Situasi seperti ini (adanya anggota partai baru menghuni Parlemen dari waktu ke waktu), jauh lebih positif bagi pertumbuhan demokrasi kita di masa transisi ini," ujar Jeirry Sumampouw.

(T.M036/S023/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010