Baghdad (ANTARA News/Reuters) - Sebuah bom mobil meledak di dekat patroli militer Irak di daerah Sunni Baghdad, Kamis, menewaskan empat orang dan melukai sepuluh lainnya, kata satu sumber kementerian dalam negeri.

Prajurit, warga sipil dan milisi Sahwa pro-pemerintah yang beranggotakan mantan gerilyawan Sunni termasuk diantara para korban dalam ledakan tersebut, yang terjadi di distrik Amiriya di ibukota Irak itu, kata sumber tersebut.

Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam dua bulan terakhir.

Parlemen baru Irak dijadwalkan menggelar sidang pada Senin, sementara pemerintah belum terbentuk.

Aliansi lintas sektarian Iraqiya yang dipimpin mantan Perdana Menteri Iyad Allawi menang tipis dalam pemilihan itu, dengan dukungan besar dari pemilih minoritas Sunni yang dulu dominan di Irak.

Namun, ia menghadapi taktik akal-akalan dari blok utama Syiah yang dipimpin Perdana Menteri Nuri al-Maliki dan ulama anti-AS Moqtada al-Sadr, yang telah mengumumkan persekutuan.

Serangan Kamis itu merupakan pertanda lebih lanjut meningkatnya kekerasan di Irak.

Sehari sebelumnya, Rabu, sembilan orang dilaporkan tewas dalam serangan-serangan di sejumlah penjuru Irak, termasuk tiga pedagang perhiasan dan dua anggota milisi Sahwa penentang Al-Qaeda.

Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010