Indralaya, Sumsel (ANTARA News) - Ratusan massa dan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Untuk Keadilan (AMUK) mendatangi sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Kamis, mendesak pembatalan hasil pemilukada yang dilaksanakan 5 Juni lalu.
Aksi massa itu hanya sekitar satu jam usai komisioner KPU setempat menggelar rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara, Kamis siang.
Ratusan massa yang dipimpin Hilmin Revolusi, koordinator aksi, dan Marwansyah Batubara, koordinator lapangan berusaha masuk namun tertahan di pintu pagar KPU yang dihadang ratusan aparat kepolisian dari anggota Samapta dan Brimob Polda Sumsel.
Marwansyah Batubara dalam orasinya mengatakan, Pemilukada OI dengan ongkos politik yang amat mahal, dengan uang rakyat yang dihabiskan untuk menyelenggarakannya sangat besar hingga mencapai Rp12 miliar.
Tapi kenyataannya, pemilukada itu dipenuhi dengan pelanggaran, kata dia lagi.
Beberapa pelanggaran terjadi, lanjut Marwansyah, berupa manipulasi daftar pemilih tetap (DPT), keterlibatan PNS, termasuk pejabat, kepala desa, camat dan perangkat desa lainnya untuk mendukung pasangan Mawadddah (Mawardi Yahya-Daud Hasyim).
Praktik politik uang juga terjadi selama Pemilukada yang dilakukan pasangan Mawaddah serta mobilisasi pemilih yang tidak berhak memilih karena berasal dari Kabupaten Muaraenim dan Ogan Komering Ilir (OKI) yang memang berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir (OI).
"Seluruh pelanggaran ini, kami minta diusut," ujar Marwansyah.
Massa AMUK menuntut agar dapat menggugurkan pasangan Mawaddah sebagai salah satu pasangan calon kepala daerah, dan menolak hasil pemungutan dan penghitungan suara pemilukada itu.
Massa yang mulai emosional karena ingin bertemu pipinan KPU setempat, merangsek untuk menerobos pagar dan penjagaan petugas sampai berhasil membuka paksa pagar itu.
Beberapa kali sempat terjadi ketegangan antara massa dengan petugas.
Keinginan peserta aksi untuk bertemu dengan Ketua KPU OI akhirnya dikabulkan.
Namun petugas Brimob terus berjala, saat Amrah menemui 10 perwakilan peserta aksi untuk berdialog.
"Sebelumnya, tim advokasi HG sudah menyampaikan indikasi kecurangan pemilukada. Laporan yang disampaikan akan diteliti. Tapi soal warga yang tinggal di perbatasan kabupaten masuk DPT, karena mereka memang warga OI dan memenuhi syarat untuk didata sebagai pemilih," kata Amrah pula.
Berkaitan indikasi kecurangan yang terjadi, menurut Amrah, tim advokasi HG akan mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Apa pun putusan MK, maka KPU akan melaksanakannya, termasuk jika memang pasangan Mawaddah digugurkan, pihaknya akan melaksanakannya pula.
"Sebaliknya jika pasangan Mawaddah ditetapkan sebagai pemenang, maka kalian juga harus menerimanya. Mahasiswa tahu hukum dan kami juga tahu hukum. Semua pihak harus menghormati keputusan hukum," kata Amrah. (B014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010