Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan ada kekeliruan dari hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam mengabulkan gugatan praperadilan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M Amari, di Jakarta, Kamis, menyebutkan bahwa hakim PT DKI Jakarta berpendapat bahwa perkara yang sudah dinyatakan lengkap harus dilimpahkan ke pengadilan.
"Sedangkan Pasal 139 KUHAP menyebutkan apabila penyidik menyerahkan berkas yang sudah dinyatakan P21, maka berkas itu dipelajari oleh jaksa untuk menentukan layak atau tidak layak ke pengadilan," katanya.
Sebelumnya, Kejagung akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas keputusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan SKPP kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah adalah tidak sah.
Karena itu, Jampidsus menyatakan Kejagung mengajukan upaya Peninjauan Kembali karena adanya kekeliruan dari hakim PT DKI Jakarta.
"Upaya PK itu sesuai dengan KUHAP," katanya.
Sebelumnya, Jaksa Agung Hendarman Supanji masih merahasiakan kekhilafan atau kekeliruan sebagai dasar bagi alasan Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali atas penolakan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan perkara Bibit-Chandra.
"Saya sudah melihat pertimbangan majelis hakim di keputusan banding dan melihat adanya kekhilafan, kekeliruan yang nyata. Tetapi tidak bisa saya elaborasi di sini. Itu" isi dapur" Kejaksaan Agung yang tidak untuk disampaikan," kata Hendarman dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
Hendarman menyampaikan sikap resmi Kejaksaan Agung untuk mengajukan PK atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kepada Mahkamah Agung setelah berkonsultasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Hendarman menegaskan Presiden mempersilakan dan menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan Agung untuk tetap mempertahankan SKPP yang dikeluarkan dalam perkara Bibit-Chandra.(*)
(T.R021/S027/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010