Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pertahanan Muhammad Herindra menyebutkan jumlah kekuatan udara Indonesia relatif berimbang dengan kekuatan udara negara di kawasan.

"Saya ingin menyampaikan perbandingan kekuatan udara negara kita Indonesia dengan beberapa negara di kawasan. Jumlah kekuatan udara relatif berimbang dengan negara di kawasan," kata Wamenhan saat menjadi pembicara kunci dalam "Seminar Internasional Air Power 2021" secara virtual, Rabu.

Baca juga: Wamenhan: Target Industri pertahanan capai 50 perusahaan teratas

Dikatakannya, Indonesia memiliki kekuatan udara sebanyak 252 unit pesawat, Australia 436 unit pesawat, Malaysia 171 unit pesawat, Singapura 223 pesawat dan China 3068 unit pesawat.

"Akan tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah kekuatan udara tersebut siap untuk digunakan dalam pertempuran?," kata Herindra.

Menurut mantan Irjen TNI ini, sistem pertahanan negara yang saat ini dianut harus dijadikan acuan dalam membangun kekuatan udara.

"Pembangunan kekuatan udara merupakan implementasi dari pembangunan pertahanan militer yang diproyeksikan terbangunnya pertahanan negara yang modern, profesional, mampu mengadopsi dan berinovasi di bidang teknologi alutsista," katanya.

Sehingga, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian industri pertahanan serta mendorong penganggaran dan belanja pertahanan menjadi investasi pertahanan.

"Hal ini sesuai dengan Perpres Nomor 8 tahun 2021 tentang Kebijakan umum pertahanan negara Tahun 2020 sampai dengan 2024," kata mantan Danjen Kopassus ini.

Baca juga: Satukan persepsi, Kemhan gelar Rembug Nasional Program Bela Negara

Dalam kesempatan itu, Herindra menyampaikan adanya tiga bagian yang dapat mengancam keutuhan NKRI, yakni ancaman militer, ancaman non-militer, dan ancaman hibrida.

"Ancaman militer dapat berupa agresi dan non-agresi," katanya.

Ancaman non-militer digolongkan ke dalam ancaman yang berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, keselamatan umum, teknologi, dan legislasi.

Adapun ancaman hibrida merupakan perpaduan antara ancaman militer dan ancaman non-militer.

"Dari ketiga jenis ancaman tersebut dapat juga kita persepsikan ke dalam dimensi waktu dalam bentuk, berupa ancaman aktual yang nyata sedang maupun telah terjadi," ucap Jenderal bintang tiga ini.

Baca juga: Harmonisasi Industri pertahanan-BUMN lokomotif kemandirian nasional

Baca juga: Kemenhan dukung revitalisasi Benteng Victoria

Baca juga: Wamenhan sebut pentingnya peningkatan teknologi industri pertahanan

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021