Jakarta (ANTARA) - Kabar duka meliputi negeri ini pada Minggu (28/3) lalu. Bom bunuh diri meledak di depan Katedral Makassar, Sulawesi Selatan.
Setidaknya 20 orang menjadi korban atas ledakan tersebut. Sepasang suami-istri, menjadi pelaku bom bunuh diri tersebut. Keduanya tewas di tempat, dengan tubuh yang sulit dikenali.
Teror bom itu bukan yang pertama, namun cukuplah itu menjadi yang terakhir.
Untuk itu, upaya mencegah terjadinya kembali peristiwa yang mengoyak rasa kemanusiaan itu harus dilipatgandakan. Semua sumber daya dan upaya perlu digunakan.
Tidak hanya dalam upaya pencegahan melalui aksi pengungkapan jaringan terorisme dan melawan aksi-aksi teror, namun upaya-upaya kontrapropaganda melawan ideologi dan paham teror (soft skill).
Upaya melawan pemikiran keagamaan yang keliru, menghapus luka dan dendam, memperbanyak juru damai, menekan pengaruh kekerasan dan menjadikan para penyintas aksi teror dan mantan napi teroris kembali ke masyarakat dengan damai.
BNPT sebagai lembaga yang diamanati untuk melaksanakan program deradikalisasi terus berupaya melawan berbagai aksi teror.
Pada Selasa (30/3) malam, sebanyak 45 orang penyintas dari Jawa-Bali dan 7 orang mantan nara pidana teroris bertemu di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Baca juga: Tokoh muda NU dorong para tokoh moderat buat konten kikis radikalisme
Baca juga: Polri instruksikan seluruh jajaran lakukan pencegahan radikalisme
Pertemuan yang dihelat oleh Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) tersebut dilangsungkan dalam acara Silaturahim Kebangsaan bertema ‘Rekonsiliasi Menuju Indonesia Damai’.
Pertemuan juga diisi dengan pembacaan dan penandatanganan naskah Deklarasi Kebangsaan untuk mewujudkan perdamaian oleh perwakilan penyintas dan mitra deradikalisasi.
Dalam acara itu para penyintas dan mitra deradikalisasi juga mendapatkan pembekalan dalam bidang kewirausahaan baik dari Kementerian Tenaga kerja maupun Kementerian Koperasi dan UKM.
Selain itu dalam acara tersebut juga ditandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BNPT dengan PT Permodalan Nasional Madani / PNM (Persero)) tentang Sinergi dalam Membangun Kesejahteraan Masyarakat dalam Rangka Mencegah Paham Radikal Terorisme. Penandatangan PKS dilakukan oleh Sekretaris Utama (Sestama) BNPT, Mayjen TNI Untung Budiharto dengan Direktur Utama (Dirut) PT PNM, Arief Mulyadi.
Agen perdamaian
Pertemuan penyintas dan napiter yang kini menjadi mitra deradikalisasi di Cisarua tersebut bukanlah yang pertama. Sebelumnya BNPT juga melaksanakan pertemuan yang sama.
Kepala BNPT Boy Rafli Amar dalam keterangan pers yang diterima Rabu, mengatakan, tujuan pertemuan penyintas dan mitra deradikalisasi selain memupus rasa dendam, juga dimaksudkan untuk menimbulkan dan menanamkan rasa persaudaraan antara para penyintas yang merupakan korban dari kejahatan terorisme serta mitra daradikalisasi yang merupakan para pelaku aksi terorisme di masa lalu.
Pertemuan itu tentunya juga membangun semangat persaudaraan, meyakinkan kepada semua pihak bahwa kejahatan terorisme adalah kejahatan yang extra ordinary, melawan nilai-nilai kemanusiaan yang tentunya perlu diperangi bersama dan perlu meningkatkan kewaspadaan bersama.
Kepala BNPT juga mengharapkan para korban dari aksi terorisme (penyintas) dan juga para mantan kombatan atau mantan narapidana kasus terorisme (mitra deradikalisasi) dapat menjadi agen-agen perdamaian di dalam lingkungan masyarakat.
Karena hal itu merupakan bentuk bagian dari kontrapropaganda kepada masyarakat dari adanya propaganda yang dilakukan oleh para jaringan terorisme yang ada selama ini.
"Karena itu dengan silaturahim yang dilaksanakan malam hari ini tentu menjadi bagian dari kekuatan bagi kita semuanya juga untuk bertindak sebagai pihak yang melakukan kontra narasi di dalam masyarakat, dalam keluarga dan tentunya di dalam lingkungannya masing-masing," ujar Kepala BNPT Komjen Pol Boy Rafli Amar.
Selain itu kontraradikalisme juga dilaksanakan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, baik kepada mereka penyintas aksi teror maupun mitra deradikalisasi.
Baca juga: Membentengi tunas bangsa dari jerumus terorisme
Baca juga: Said Aqil sebut ajaran Wahabi dan Salafi pintu masuk terorisme
Kesejahteraan adalah salah satu pemutus lingkaran setan kemiskinan yang menjadi pemicu bagi munculnya paham-paham terorisme dan radikalisme.
Mereka yang tersingkirkan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya rentan terhadap pengaruh paham radikal.
Untuk itulah, dalam pertemuan itu juga ditandatangani kerja sama dalam bidang ekonomi, karena kesejahteraan menjadi bagian dari program yang sudah diselenggarakan BNPT sesuai amanat Undang-undang No. 5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme.
Mantan Kepala Divisi Humas Polri itu mengatakan perlunya para penyintas dan mitra deradikalisasi ini memiliki kemandirian untuk bisa memenuhi kesejahteraannya.
Namun demikian menurutnya mungkin selama ini ada proses ataupun kendala yang agak sulit dalam melakukan reintegrasi dengan masyarakat. Bagi para penyintas karena cacat yang dialaminya dan bagi mitra deradikalisasi yang mungkin catatan dia sebagai eks-napiter menjadi bagian kendala.
Untuk itulah menurutnya perlu adanya pendampingan terhadap penyintas dan juga mitra deradikalisasi yang senantiasa juga dilakukan evaluasi dari waktu ke waktu.
Pertemuan tersebut, menurut Boy merupakan salah satu upaya pendampingan sekaligus evaluasi, mengetahui progres kondisi terakhir dan harapan-harapan yang diinginkan di masa yang akan datang oleh penyintas maupun mitra deradikalisasi.
Fitrah
Sementara itu Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo yang turut hadir dalam acara tersebut menyampaikan pertemuan dengan mengumpulkan para korban terorisme dan juga mantan napi terorisme ini adalah bagian untuk mengembalikan fitrah kita sebagai umat manusia.
Pertemuan itu memberikan harapan baru antara dua kelompok yang saling tidak mengenal karena situasi tertentu terpisahkan oleh medan yang sangat tragis. Yang satu menjadi korban dari sebuah aksi terorisme dan yang satu kelompok lagi menjadi pelaku tindakan terorisme.
“Tetapi dengan adanya pertemuan ini merupakan upaya kembali kepada fitrah manusia. Semua orang punya kesalahan dan semua orang juga punya dosa. Ketika disentuh kemanusiaan itu, maka itulah kita kembali kepada fitrah manusia, di mana orang harus menghargai kemanusiaan," ujar Hasto.
Karena menurut Hasto, kejahatan terorisme adalah kejahatan manusia yang harus diperangi oleh siapapun. Hal ini dikarenakan kejahatan terorisme ini bisa dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja baik menimpa diri sendiri, keluarga sendiri, tetangga, teman maupun kerabat
Oleh karena itu pencegahan, penanggulangan dan pemulihan ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk memulihkan nilai-nilai kemanusiaan itu.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021