Jakarta (ANTARA) - Duka bangsa Indonesia belum usai, karena pandemi COVID-19 masih mewabah, belum lagi tragedy pesawat Sriwijaya Air SJ182 yang jatuh di Perairan Kepulauan Seribu menewaskan 62 orang pada awal Januari 2021.
Kini duka itu kembali muncul, tragedi bom bunuh diri di gerbang depan Gereja Katedral, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, mengoyak hati bangsa Indonesia.
Kelompok militan Jamaah Ansharut Daullah (JAD) kembali menyebarkan teror kebencian lewat aksi "amaliyah" yang dilakukan Minggu (28/3) sekitar pukul 10.30 Waktu Indonesia bagian Tengah (WITA).
Pelaku yang berjumlah dua orang, laki-laki dan perempuan mencoba masuk ke dalam gereja, namun aksinya dihalangi oleh petugas keamanan.
Pelaku mencoba menjalankan rencananya untuk meledakkan bom di dalam gereja, seketika bom meledak di gerbang depan masuk gereja di Jalan Kajaolalido, Kelurahan Baru, Kecamatan Ujung Pandang.
Pada saat ledakan terjadi jamaat Gereja Katedral telah selesai melaksanakan ibadah Misa Palma, yakni ibadah menandai awal pekan suci jelang kebangkitan Isa Al Masih.
Tentunya umat Nasrani yang tengah beribadah menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dengan jumlah jemaat yang hadir beribadah 50 persen dari kapasitas gereja.
Dibalik peristiwa teror tersebut ada kejadian heroik yang perlu diteladani, atas keberanian, kepedulian dan kewaspadaan petugas keamanan Gereja Katedral yang sempat menghalangi sepasang suami istri pelaku pengeboman masuk ke dalam gereja.
Keberanian petugas keamanan Gereja Katedral Makassar menghalangi pelaku pemboman masuk dalam gereja mengakibatkan kedua pelaku tewas seketika dengan tubuh hancur.
Malang bagi para petugas keamanan yang berada di garis depan mencegah pelaku pengeboman, mereka turut jadi korban, sedikitnya ada lima sekuriti yang bertugas mengamankan gereja di lokasi waktu kejadian. Salah satunya Cosmas Balalembang berusia 51 tahun.
Cosmas dan teman-temannya terluka akibat ledakan, namun kondisi luka yang dialami Cosman lebih parah, karena dirinya yang menghalangi pelaku bom masuk ke dalam gereja.
Ledakan bom tersebut melukai wajah dan perutnya, Cosman sempat mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Stella Maris, setelah itu dirujuk ke Rumah Sakit Bhayangkara, kabar terbaru kondisi sudah mulai membaik dari pada sebelumnya.
Hingga Minggu petang dilaporkan 20 orang korban terluka akibat ledakan, mereka di antaranya petugas keamanan gereja serta jemaat gereja yang saat kejadian berada di luar gereja.
Baca juga: Polri: Sudah 94 terduga teroris ditangkap sepanjang 2021
Mengutuk aksi teror
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengutuk peristiwa pengeboman yang terjadi di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Presiden pun memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut tuntas jaringan pelaku dan membongkarnya sampai ke akar-akarnya.
Menurut Presiden Jokowi, terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apa pun.
Presiden Jokowi juga meminta masyarakat agar tetap tenang menjalankan ibadah, karena negara menjamin keamanan umat beragama untuk beribadah tanpa rasa takut.
Kepala Negara mengajak seluruh masyarakat untuk memerangi aksi-aksi terorisme dan radikalisme, karena sangat bertentangan dengan nilai agama dan nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia.
Presiden Jokowi mendoakan agar seluruh korban yang mengalami luka karena aksi terorisme, segera diberikan kesembuhan. Pemerintah, kata Presiden, akan menjamin seluruh biaya pengobatan dan perawatan para korban.
Pelaku teror
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo mengatakan pelaku bom bunuh diri di gerbang masuk Gereja Katedral Kota Makassar telah teridentifikasi. Pelaku dua orang merupakan sepasang suami istri yang baru menikah 6 bulan.
Kedua pelaku dinikahkan oleh Rizaldi yang pada bulan Januari 2021, berhasil ditangkap oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri.
Rizaldi merupakan bagian dari kelompok militan JAD yang pernah melakukan pengeboman gereja katolik di Jolo, Filiphina tahun 2018.
Pelaku laki-laki berinisial L sedangkan pelaku perempuan berisinis YSF. Keduanya meledakkan diri dengan cara mendatangi Gereja Katedral Kota Makassar menggendarai sepeda motor metik bernomor polisi DD 5984 MD.
"Pelaku merupakan bagian dari kelompok JAD yang pernah melakukan pengeboman di Jolo, Filiphina," kata Kapolri.
Pelaku bom bunuh diri berinisial L sempat menitipkan surat wasiat kepada orang tuanya sebelum melakukan aksi "amaliyah" (bunuh diri). Isi surat itu intinya berpamitan dan mengatakan siap untuk mati "sahid".
Pascabom bunuh diri, Tim Densus 88 Anti Teror bergerak ke sejumlah wilayah menyisir mereka yang terlibat jaringan dan terkait dengan pelaku pengeboman.
Sebanyak 4 orang ditangkap Tim Densus 88 Anti Teror, berinisial AS, SAS, MR dan AA. Keempat terduga teroris memiliki peran masing-masing bersama dua pelaku bom bunuh diri yakni masih satu tempat kajian bernama Vila Mutiara.
Keempat terduga teroris yang ditangkap di Makassar ini, berperan memberikan doktrin dan mempersiapkan rencana jihad serta membeli bahan-bahan peledak untuk disiapkan bom bunuh diri.
Bersamaan dengan itu, Tim Densus 88 Anti Teror juga bergerak melakukan penggeledahan dan penangkapan di dua wilayah yakni Condet Jakarta Timur dan Bekasi, Jawa Barat. Empat terduga teroris diamankan yakni ZA, HH, AJ dan BS berikut barang bukti bom dan bahan peledak lainnya.
Polisi temukan lima bom aktif. Jenis bom sumbu, 5 Toples besar berisi bahan kimia peledak, sulfur, flashfolder dan termometer. Bahan-bahan ini akan diolah menjadi bahan peledak Jumlahnya 4 Kg , kemudian ditemukan bahan peledak lain dengan Jumlah 1,5 Kg.
Kemudian hasil operasi penangkapan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) Densus 88 Anti Teror mengamankan lima terduga teroris dari kelompok Jamaah Ansharut Daullah (JAD).
Baca juga: 4 terduga teroris di Makassar dibaiat di markas Ormas terlarang
Pencegahan
Nasir Abbas mantan Tokoh Jemaah Islamiyah (JI) jaringan terorisme Asia Tenggara mengatakan aksi terorisme bukan baru-baru ini terjadi, sudah terjadi lama, jika berdasarkan atas nama agama, sudah terjadi sejak zaman Karto Suwiryo.
Menurut dia, sejak zaman itu pelaku teror sudah mengintimidasi masyarakat sekitar, mengkafir-kafirkan masyarakat, memusuhi masyarakat dan juga pemerintah. Akar dari masalah terorisme dan radikalisme ini adalah ideologi atau faham.
Abbas mengatakan karena aksi kekerasan atas nama agama sudah lama terjadi di Indonesia, maka yang bisa dilakukan adalah meminimalisir dengan cara yang mampu dilakukan oleh masyarakat.
Menurut Abbas, Indonesia sudah memiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah melakukan sosialisasi dan pembekalan kepada masyarakat yang diharapkan sampai hingga ke pelosok-pelosok.
Namun, lanjut dia, ada hal sangat penting yang bisa dilakukan untuk meminimalisir aksi terorisme dan radikalisme ini, yakni kepedulian masyarakat.
Memberikan pembekalan kepada masyarakat untuk bisa menyadari akan bahayanya paham radikalisme serta ciri-ciri mereka yang terlibat dalam jaringan terorisme.
Pembekalan ini tidak cukup kalau cuma dikelas, perlu semacam kesadaran untuk pelaksanaan. Pelaksanaanya lewat ketegasan keluarga dalam mengawasi aktivitas anak-anaknya, ketegasan aparat wilayah seperti RT dan RW untuk mendata warga yang tinggal di lingkungannya.
Ketegasan aparat wilayah dan masyarakat, tidak hanya dapat mencegah radikalisme dan terorisme tapi juga bentuk-bentuk kejahatan lainnya, seperti narkoba, prostitusi dan perdagangan orang.
Beberapa dari jaringan kelompok militan ini biasanya menyembunyikan identitas mereka, bahwa tidak memiliki KTP hingga buku nikah, karena kebencian pada pemerintah. Dengan ketegasan aparat untuk mendata KTP, KK ataupun buku nikah warga di lingkungannya, akan membuat orang-orang yang memiliki paham radikal dimaksud tidak nyaman tinggal di lingkungan tersebut.
"Ketika orang-orang ini mau menyembunyikan, mengelabui dengan melihat ketegasan RT dan RW, mereka jadi gelisa dan tidak nyaman, sehingga mereka pergi. Kalau semua wilayah begitu artinya kita sudah mempersempit ruang gerak mereka," kata Abbas.
Abbas juga mengingatkan masyarakat harus 'kepo', peduli dengan tetangganya. Kalau ada anak tetangga yang cara bergaulnya berubah dari ramah menjadi tidak ramah, sering pergi lalu mengundang tamu menggelar pertamuan, tidak ada salah warga mencari tahu dan bertanya guna memastikan kegiatan tersebut buka kelompok radikal.
Penampilan untuk mengenal ciri anggota kelompok radikal tidak bisa menjadi tolak ukur, karena bisa jadi ada orang yang gampang sekali untuk mengkafirkan orang lain tetapi menggunakan pakaian layaknya masyarakat umum, maka itu patut dicurigai sebagai orang yang sudah terpapar paham radikalisme.
Jika masyarakat atau ketua RT dan RW ada ketakutan atau ada rasa ketidaenakan untuk menjalani ketegasan tersebut, maka bisa meminta bantuan anggota Babinsa Bhabinkamtibas untuk mendampingi.
Pelaku teror membutuhkan tempat untuk bersembunyi, yang nyaman dan aman, tapi ketika tempat yang ditinggalinya menerapkan ketegasan dalam pengawasan dengan sendirinya, pelaku akan berpindah dengan terpaksa lari ke hutan.
Saatnya masyarakat meneladani keberanian Cosmas Balalembang yang memiliki kepedulian serta kewaspadaannya mencegah pelaku bom bunuh diri masuk ke dalam gereja Katedral Makassar, meski nyawa taruhannya.
Baca juga: Polri tangkap 3 perempuan terduga teroris di Makassar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021