Kendati pencurian itu dilakukan secara terang-terangan, namun belum ada tindakan tegas dari aparat kepolisian dan pemeritah setempat.
"Padahal Sungai Kembung sudah cukup dikenal sebagai sungai wisata memancing dan berbagai aktivitas nelayan lainnya. Jadi aneh rasanya kalau polisi dan pemerintah tidak mengetahui kegiatan orang-orang tidak bertanggungjawab itu," kata seorang warga Desa Kembung Luar, Poiman (48) di Bengkalis, Rabu.
Selain warga tersebut, pemerhati lingkungan yang juga tokoh masyarakat setempat, Hamdan, saat dihubungi dari Dumai mengaku sangat menyesalkan adanya pencurian kayu bakau dengan cara penebangan hutan di sepanjang Sungai Kembung.
Apalagi kayu-kayu tersebut bukan untuk keperluan dalam negeri, kata Hamdan, tapi untuk dijual ke Malaysia dalam bentuk kayu bulat yang belum diolah.
"Aktivitas penebangan di sepanjang Sungai Kembung ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena akan merusak kelestarian hutan bakau sekaligus mengancam ekosistem laut dan sungai," paparnya.
Sejauh ini menurut Hamdan, belum ada tindakan tegas baik dari aparat maupun Pemkab Bengkalis terkait aktivitas penebangan secara ilegal tersebut.
Bahkan terindikasi kalau penebangan liar tersebut dibiarkan begitu saja karena sebahagian oknum aparat menerima sogokan dari pengusaha yang menyalurkan flora dilindungi itu.
"Selama ini masyarakat sudah cukup mengenal Sungai Kembung, karena berbagai aktivitas seperti memancing dan lainnya digelar di sungai itu. Apa jadinya kalau sepanjang pinggir sungai hutan bakaunya hancur, tidak hanya mengancam ekosistem laut, tapi juga kehidupan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari sungai ini," ujarnya.
Ratusan masyarakat suku asli, baik dari Desa Teluk Pambang maupun Desa Kembung Luar, menggantungkan hidupnya dari kawasan Sungai Kembung. Beberapa di antaranya ada yang menjadi nelayan, mencari siput, lokan, ketam dan udang.
(T.KR-FZR/D009/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010