Jakarta (ANTARA News) - Kementerian BUMN meminta PT Telkom Tbk tetap mengedepankan aspek persaingan bisnis yang sehat dalam rencana pengambilalihan saham PT Bakrie Telecom Tbk (BTel)

"Dalam kajian pengambilalihan itu, aspek persaingan bisnis yang sehat harus dimasukkan," kata Menteri BUMN Mustafa Abubakar, di Jakarta, Rabu.

Menurut Mustafa, selaku kuasa pemegang saham Telkom, bahwa kedua perusahaan tersebut sedang dalam proses membahas kerjasama.

"Saya sebagai pemegang saham diminta setuju, dan saya setuju. Tapi bagaimana formulanya tunggu saja hasilnya. Yang penting "win-win solution," tegas Mustafa.

Sehari sebelumnya, pemberitaan rencana akuisisi Telkom atas BTel.

Mustafa menyatakan, bahwa sudah membaca surat direksi Telkom meminta izin melakukan kajian pengambilalihan Bakrie Telecom.

Bahkan, Mustafa memperkirakan konsolidasi tersebut akan terealisasi menjelang tutup tahun 2010.

Mustafa menyakini, jika konsolidasi terjadi, maka layanan CDMA milik Telkom (Flexi) akan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pasar.

Terkait pernyataan itu, Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) A. Junaidi mengingatkan, jika aksi korporasi itu benar dilakukan maka harus ada notifikasi merger kepada lembaganya.

"Itu sesuai dengan Peraturan Komisi (Perkom) No 1/2009 tentang pranotifikasi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perusahaan," kata Junaidi.

Dengan begitu ujarnya, KPPU bisa menilai apakah aksi tersebut berpotensi terjadinya perilaku monopoli atau tidak di masa depan.

"Ini untuk melindungi perusahan juga. Jika nanti ada perilaku tidak fair dari struktur atau unit baru hasil merger itu, KPPU tidak akan menggunakan kewenangan membatalkan merger sebagaimana diatur dalam pasal 47 UU No 5/1999,? kata Junaidi.

Menurut catatan, jumlah pelanggan Flexi saat ini mencapai sekitar 15,5 juta nomor atau menguasai sekitar 50 persen pasar CDMA. Sementara BTel menguasai 30 persen atau sekitar 10 juta nomor.

Ini artinya, jika kedua entitas bisnis itu digabung maka menguasai sekitar 80 persen pangsa pasar.

Menanggapi hal itu, Mustafa menuturkan, Telkom harus menghitung seberapa besar mendominasi pangsa pasar.

"Kita akan bicarakan itu," tambah Mustafa.

Sementara itu, Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Nonot Harsono mengingatkan, sebagai perusahaan yang sahamnya dikuasai oleh negara, Telkom harus berhati-hati mendekati BTel.

"Saya masih belum melihat ada yang menarik dari BTel. Apalagi operator ini memiliki hutang sekitar Rp4 triliun," katanya.

Menurut Nonot, jika yang disasar Telkom adalah masalah bvesaran frekuensi, solusinya bisa melalui "sharing resources" atau konvergensi manajemen.

Nonot pun mengingatkan, seiring dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) untuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) berbasis pita tahun ini maka isu lisensi juga tidak relevan karena izin seluler dan FWA tidak ada lagi.

Untuk itu, seharusnya Kementerian BUMN koordinasi dengan Kemenkominfo soal kondisi industri.(*)
(R017/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010