"Temuan menarik dalam penelitian ini adalah 82 persen responden belum memiliki PT atau CV dalam menjalankan usahanya. Hal inilah yang seringkali menjadi hambatan ketika mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional," kata Co-Founder & COO Modalku Iwan Kurniawan di Jakarta, Selasa, saat memaparkan hasil survei melalui pertemuan virtual.
Survei yang dilakukan secara daring dan diskusi melalui telepon itu juga menyebutkan hampir 50 persen usaha mikro memandang bahwa perizinan usaha menjadi penghambat, sementara lebih dari 50 persen usaha mikro memandang laporan keuangan masih membatasi akses pinjaman.
Survei bersama DSInnovate (konsultan dan lembaga riset) ini dilakukan terhadap UMKM bergerak pada berbagai sektor, antara lain perdagangan ritel (29 persen); sektor tekstil, perlengkapan, dan produk kulit (17 persen); dan produk makanan, minuman, dan tembakau (17 persen).
Untuk itu, kata Iwan, melalui terobosan dan pendekatan berbasis teknologi, serta penilaian kelayakan kredit yang sesuai dengan karakteristik UMKM, sektor fintech terutama peer to peer (P2P) lending memiliki peran penting dalam mendukung pelaku UMKM yang belum tersentuh akses pendanaan lembaga keuangan konvensional.
P2P Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman secara online.
Iwan mengatakan Modalku menjadi salah satu alternatif pembiayaan untuk kebutuhan modal usaha bagi responden. Sampai saat ini, Modalku yang berdiri pada 2016 telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp22,4 triliun kepada lebih dari 4 juta transaksi pinjaman UMKM.
Alasan pertimbangan dalam mengajukan pinjaman ke Modalku cukup beragam, terutama syarat pengajuan pinjaman tanpa agunan (41,7 persen) dan pencairan dana pinjaman yang cepat (28,86 persen).
Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021