Jakarta (ANTARA News) - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mengaku sejak awal menentang usulan adanya dana alokasi untuk daerah pemilihan, menyatakan siap beradu konsep dan argumentasi dengan Partai Golkar mengenai perlu tidaknya dana itu.
Sekretaris Jenderal PKS yang juga Wakil Ketua DPR, Anis Matta, menyatakan bahwa partainya siap beradu konsep dan argumentasi melalui diskusi terbuka mengenai perlu-tidaknya atau legal-tidaknya dana untuk dapil.
"Kalau Golkar tetap `ngotot` kita akan debat, adu argumentasi di Badan Anggaran atau komisi," katanya.
Menurut Anis, alasan dana aspirasi untuk pemerataan pembangunan justru akan kontradiktif dengan adanya kenyataan bahwa 60 persen anggota dewan berasal dari Pulau Jawa.
Karena itu, dana aspirasi tidak mungkin bisa memeratakan pembangunan, tapi malah akan menimbulkan kesenjengan sosial.
"Dapat dipastikan sekitar 60 persen dana tersebut akan mengalir ke Pulau Jawa. Padahal daerah luar Jawa seperti Maluku lebih memerlukan pembangunan. Kalau kasih dana double untuk luar Jawa juga enggak jelas konsepnya, ini juga akan menyuburkan percaloan anggaran," kata Anis.
Anis berpendapat, kengototan Partai Golkar sebenarnya berdasarkan niat yang baik. Namun caranya yang salah. PKS menilai pemerataan pembangunan tidak bisa diselesaikan melalui dana aspirasi.
Dia mengatakan, dana pembangunan di Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara hanya sebesar 18 persen dari Rp1000 trilun. "Jadi APBN ini `slot` untuk pembangunan kecil, diotak-atik apa pun enggak akan bisa," kata Anis.
Wakil Ketua DPR ini berpendapat, jalan keluar dari rendahnya anggaran pembangunan adalah memperbaiki iklim investasi. Caranya, pemerintah perlu membuat regulasi dan hubungan dengan negara-negara sumber invesasi menjadi lebih baik.
Ditanya bagaimana sikap PKS jika Golkar memaksakan kehendaknya melalui Sekretariat Gabungan Partai Koalisi, Anis menyatakan PKS akan tetap menolak. Namun, PKS tetap membiarkan keinginan Golkar bergulir dan menghadangnya dengan adu konsep.
"Artinya pemikirannya (Golkar) salah kaprah. Jadi kalau mau perbaiki kita perbaiki konsep ini," kata Anis.
Sementara itu Partai Golkar merasa ditinggalkan oleh partner koalisinya. Sekertaris Badan Anggaran Fraksi Partai Golkar DPR Roemkono menyatakan, Golkar merasa dikorbankan dalam kasus dana aspirasi sebesar Rp15 miliar.
Dalam rapat setgab, rapat komisi dan rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, fraksi-fraksi lain lebih menggebu-gebu untuk mengusulkan daripada Fraksi Golkar.
Tetapi setelah masalah jadi ramai, mereka tiarap dan cuci tangan.
"Kita heran di rapat setgab, pimpinan fraksi-fraksi termasuk dari Partai Demokrat juga ikut mengusulkan meskipun belum menyebut angka. Tapi, ketua umumnya kok bicara lain, padahal dia juga datang di acara itu," kata Roemkono.
Ketika ditanya apakah dengan serangan bertubi-tubi ini Golkar menyerah, Roemkono mengatakan, tidak apa-apa. Golkar tidak putus asa dan akan jalan terus.
Kalau usulan ini tidak disetujui, pemerintah harus membuat perimbangan pembangunan pusat dan daerah menjadi 60:40. Sekarang perbandingannya 70:30 sehingga mencerminkan ketidakadilan.
"Jadi tambahan 10 persen ini untuk pembangunan infrastruktur sebagai kebutuhan dasar masyarakat di daerah. Yang menolak usulan ini bisa diartikan antipembangunan di desa dan mereka nggak mau rakyat di desa hidup sejahtera," kata Roemkono.
Ia menjelaskan, substansi dari usulan Golkar tentang dana aspirasi Rp15 M adalah keberpihakan kepada rakyat, dimana berdasarkan hasil kunjungan kerja dari daerah-daerah, sangat terasa bahwa pembangunan infrastruktur tidak berkeadilan. "Substansi itu yang dilupakan, padahal itu yang harus dikedepankan," katanya.
Sementara itu, Fraksi PDIP menolak tegas usulan dana alokasi pembangunan daerah pemilihan yang diusung Fraksi Partai Golkar. Fraksi PDIP menolak pula model dana alokasi yang diinginkan Golkar. "Kami tegas tolak itu," kata Ketua Fraksi PDIP, Tjahjo Kumolo.
Menurut PDIP, pengucuran dana APBN bagi program pembangunan daerah pemilihan oleh wakil rakyat bukan hal baik dalam mekanisme anggaran dalam negeri. Dana reses yang mengalir empat kali setahun dengan nilai Rp 31 juta per reses dinilai cukup oleh PDIP sebagai dana perjuangan program.
"Ditambah masih ada uang konstituen," katanya.
Model dana alokasi yang diusulkan Golkar, berupa penentuan progran dari dewan untuk dilaksanakan di daerah oleh pemerintah, juga ditolak PDIP.
Ketua DPP PDIP, Emir Moeis mengatakan, jika program itu dipaksakan paling cepat baru bisa berlaku pada tahun 2012. Itu pun harus melalui penilaian yang panjang dan detil.
Pemberian dana alokasi pembangunan daerah pemilih yang seragam pun tidak akan tepat sasaran. PDIP mengambil contoh, di Pulau Jawa saja memiliki 100 anggota DPR RI, sedangkan di Kalimantan total keseluruhan anggota dewannya tidak mencapai 25 orang.
Emir mengkhawatirkan model usulan Golkar itu akhirnya mubazir. Pola serupa pernah diuji coba di daerah.
"Akhirnya cuma menjebloskan anggota dewan di daerah," katanya.
Ketua Fraksi PKB, Marwan Djafar, mengaku heran dengan sikap anggota koalisi yang tidak mau mengakui adanya kesepakatan dalam rapat. Bahkan PKS justru adalah pihak yang paling meminta diberikan anggaran untuk dapil.
Dia juga merasa aneh jika hal yang baru bersifat wacana seperti ini saja diributkan karena untuk meloloaskan hal ini masih dibutuhkan proses yang panjang.
"Kita ini baru membentuk panja. Itu masih nanti, belum diputus. Ini baru barang tingkat wacana, bukan setuju atau tidak setuju. Itupun bukan cash money ke anggota dewan karena prosesnya nanti kalau disetujui dana itu yang mengusulkan pemda setempat berupa program," katanya.
Kebutuhan dana itu, lanjut Marawan, karena perjuangan DPR untuk daerah pemilihan tidak merata melalui fraksi ataupun komisi.
Anggota dewan lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh dapilnya daripada pemerintah sehingga wajar pengalokasian dana itu juga diserahkan pada anggota DPR sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan dapilnya.
"Yang penting kebijakan penggunaan anggaran itu adalah pro poor, pro job dan pro development. Angka 15 miliar sendiri belum fix bisa bertambah atau berkurang tergantung pembahasan nanti di DPR," katanya.
Marwan menjamin bahwa proses penggunaan anggaran itu akan akuntabel dan transparan dan bahkan jika diperlukan dilakukan audit independen.
"Anggaran itu `kan` bukan hanya untuk pembangunan fisik, tapi bisa juga digunakan untuk hal lainnya seperti pemberian subsidi tambahan pupuk untuk dapil. Ini `kan hal baik, jadi apa salahnya kami berjuang untuk daerah kami," katanya.
(T.S023/D011/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010