Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto menantang investor tol untuk menunjukkan letak ketidakefektifan Peraturan Menteri PU No 06/PRT/M/2010 tentang Pedoman Evaluasi Penerusan Pengusahaan Jalan Tol.
"Itu sudah sesuai Perpres 13/2010, jika ada yang menyangsikan tolong tunjukan yang mana," kata Djoko Kirmanto usai Rapat Kerja dengan Komisi V DPR di Jakarta, Selasa.
Permen sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67/2005 diragukan efektivitasnya oleh sejumlah operator dan investor jalan tol.
Perpres itu secara tegas untuk pengadaan lahan menjadi tanggung jawab pemerintah dan setelah proses itu tuntas, tender konstruksi baru dilakukan.
Menurut Djoko, jika ada penilaian bahwa Permen 06/2010 itu belum secara detil, maka seharusnya menunjukkan secara jelas kepada pemerintah dan untuk selanjutnya dibahas bersama.
"Kita siap membahas bersama dengan memberikan penjelasan. Jika memang dirasa ada yang kurang, kita siap merevisinya," katanya.
Ketua Asosiasi Tol Indonesia, Fatchur Rahman, mengatakan, lambatnya pembangunan jalan tol tidak bisa dibebankan kepada investor, melainkan terletak pada kesalahan pemerintah dalam hal penyediaan lahan.
Direktur Utama PT Jasa Marga (persero) Tbk., Frans Setyaki Sunito. mengatakan, pemerintah boleh saja mengevaluasi jalan tol yang perkembangannyaa lamban, asalkan evaluasi itu bisa mempercepat pembangunan jalan tol di Indonesia.
"Ya, seharusnya sekarang diambil langkah tegas, kalau ingin menggerakan kembali dan mempercepat pembangunan jalan tol yang dibutuhkan dalam rangka meningkatkan daya saing Indonesia," katanya.
Frans juga pernah mengatakan, terbitnya Permen terebut tidak akan membawa perubahan signifikan pada sejumlah rencana proyek pembangunan jalan tol di Tanah Air.
Jalan keluarnya adalah pemerintah dan anggota parlemen segera menuntaskan pembahasan undang-undang (RUU) pengadaan lahan untuk kepentingan umum yang hingga kini kian samar penyelesaiannya.
"Tidak akan berdampak apa-apa. Saya lebih yakin persoalan jalan tol akan selesai dengan UU pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Ini yang semestinya didesak," katanya.
Pernyataan senada disampaikan oleh Direktur Utama PT Bakrie Toll Road Harya M Hidayat.
"Permen itu tetap saja belum memberikan kemudahan bagi investor jalan tol untuk bisa mempercepat proyeknya karena masih ada butir-butir yang kurang sesuai dan kurang kondusif sebagai usaha bersama untuk mempercepat pembangunan jalan tol," kata Harya.
Menurut dia, investor sebagai mitra pemerintah dalam mengembangkan pembangunan infrastruktur jalan tol dan sesuai dengan semangat dari Public Private Partnership (PPP) harusnya tercipta keseimbangan pada para pihak.
"Sayangnya aturannya belum dimuat dalam Permen tersebut," kata Harya.
Meskipun dalam Permen PU dinyatakan akan ada dukungan dari pemerintah namun bentuknya belum konkret.
Karena itu, lanjut Harya, masih perlu ada kebijakan yang bisa mengakomodir spirit PPP yang memuat juga aspirasi Badan Usaha Jalan Tol(BUJT).
Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, menegaskan bahwa, pemerintah akan memutus kontak (default) kepada 24 BUJT, bila dalam kurun waktu sembilan bulan tidak ada progres untuk mengerjakan proyek tol.
"Kita akan lihat kesanggupannya dalam sembilan bulan ini. Kalau ekuitas kurang, mereka harus gandeng `partner` yang punya kemampuan ekuitas. Kalau setelah sembilan bulan tidak sanggup, yah... putus kontrak," kata Djoko.
Jika ada investor yang telah melakukan upaya pembebasan lahan, tapi terkendala regulasi, maka Kementerian Pekerjaan Umum akan mendorong agar menyelesaikan proyeknya.
Proyek sejumlah ruas tol itu anatara lain Kertosono-Mojokerto 50,98 persen, Gempol-Pandaan 77,10 persen dan Cikampek-Palimanan 57,12 persen.
(T.E008/A027/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010