Jakarta (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menunda sidang untuk kasus penyebaran berita bohong atas terdakwa Jumhur Hidayat karena jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat menghadirkan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) itu di ruang sidang.
“Kita lanjut (sidang) hari Senin, 5 April, dan supaya berjalan efektif sebelum itu silakan koordinasi (antara penuntut umum dan penasihat hukum mengenai mekanisme sidang, Red),” kata Hakim Ketua Agus Widodo di PN Jakarta Selatan, Senin.
Majelis Hakim memutuskan menunda jalannya sidang karena tim penasihat hukum keberatan Jumhur tidak dihadirkan secara langsung sebagaimana telah disepakati bersama pada sidang Kamis minggu lalu (25/3).
Baca juga: Jumhur dan 7 tahanan Bareskrim sudah sembuh dari COVID-19
Baca juga: Bareskrim: Berkas perkara Syahganda dan Jumhur P21
Baca juga: Polri: Tersangka JH unggah ujaran kebencian lewat akun Twitter-nya
Majelis Hakim pada sidang sebelumnya juga telah memerintahkan penuntut umum menghadirkan Jumhur di ruang sidang.
Namun, penuntut umum beralasan pihaknya tidak dapat menghadirkan Jumhur karena ada risiko penularan COVID-19 di ruang sidang.
Jaksa juga menegaskan pihaknya tidak berupaya untuk menghambat jalannya persidangan.
Oleh karena itu, Jumhur pun mengikuti sidang dari rumah tahanan di Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Rutan Bareskrim Polri).
Akan tetapi, alasan penuntut umum itu tidak dapat diterima oleh tim kuasa hukum. Menurut pengacara Jumhur, kehadiran Jumhur di persidangan tinggal menunggu izin dari kejaksaan.
“Seminggu yang lalu, saya juga komunikasi ke Bareskrim. Tidak ada hambatan untuk mengeluarkan terdakwa, asal ada surat dari JPU. Di persidangan ini, kami mempertanyakan lagi apa ada surat dari penuntut umum,” kata salah satu penasihat hukum Jumhur, Oky Wiratama saat sidang.
Ia lanjut menegaskan sidang yang berlangsung pada Senin (29/3) juga berisiko jadi tempat penyebaran COVID-19 sehingga ada atau tidaknya Jumhur bukan jadi faktor utama yang menjadikan terdakwa tidak dapat dihadirkan ke ruang sidang.
“Persidangan ini (harus menghormati) hak-hak terdakwa,” kata kuasa hukum ke penuntut umum dan Majelis Hakim.
Terkait perdebatan itu, Majelis Hakim pun mengingatkan jaksa bahwa mereka harus melayangkan surat resmi berisi alasan tidak dapat menghadirkan Jumhur ke ruang sidang. Pasalnya, jaksa hanya menyampaikan secara lisan sehingga baik penasihat hukum dan Majelis Hakim tidak dapat menanggapi secara resmi alasan tersebut.
Ia pun meminta jaksa jika memang tidak dapat menghadirkan terdakwa pada sidang berikutnya agar dapat mengirimkan surat resmi ke Majelis Hakim dan tim penasihat hukum agar pengacara Jumhur dapat mengirim surat keberatan dan nantinya hakim yang akan memutuskan bagaimana sidang akan berlanjut.
Dalam kesempatan itu, hakim menawarkan solusi jika memang terdakwa tidak dapat dihadirkan, maka sebagian dari jaksa dan tim kuasa hukum ikut sidang di Bareskrim bersama terdakwa demi memudahkan koordinasi dan sesi konsultasi.
“Kalau seandainya sidang nanti terdakwa tidak bisa dihadirkan, jalan keluarnya sebagian penasihat hukum dan JPU ada di tempat terdakwa. Itu (salah satu) solusinya,” kata Majelis Hakim.
Hakim juga mengingatkan agar JPU dan kuasa hukum tidak membuang-buang waktu karena masih banyak agenda pemeriksaan yang harus dilalui dalam persidangan.
Jumhur Hidayat didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jumhur, menurut jaksa, menyebarkan kabar bohong itu lewat akun Twitter pribadinya.
Jumhur pun dijerat dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021