Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI Gayus Lumbuun menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melemah jika perkara Bibit Samad Rianto-Chandra M Hamzah diteruskan ke pengadilan.
"Kalau perkara diteruskan, pimpinan KPK itu harus nonaktif karena Mahkamah Konstitusi (MK) hanya membatalkan pasal 232 ayat 1 (c) Undang Undang KPK tentang pemberhentian pimpinan KPK apabila berstatus terdakwa, apabila telah mendapatkan putusan berkekuatan hukum tetap," katanya di Jakarta, Senin.
Sementara pasal 32 ayat (2) menyebutkan menurut pemberhentian sementara tidak membuat struktur pimpinan KPK berubah atau tetap berlaku.
"Dalam kaitan ini, maka saudara Bibit dan saudara Chandra masih tetap berstatus tersangka yang kemudian setelah dakwaan dibacakan menjadi terdakwa yang walaupun tidak diberhentikan, namun tetap (harus) dinonaktifkan, sesuai UU itu," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.
Gayus mengingatkan, apabila perkara dilanjutkan maka itu menjadi upaya pelemahan KPK karena lembaga ini menjadi hanya dipimpin dua orang (ditambah satu setelah seleksi oleh panitia seleksi dan Komisi III selesai).
Ia menilai, Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kedua tidak sesuai dengan ketentuan.
"Kan syarat dan ketentuan SKPP itu tidak bisanya diajukan terhadap perkara yang `nebis in idem`, yakni dalam perkara itu, baik objek maupun subjeknya sama, yaitu orang dan perkaranya sama serta telah diputuskan oleh pengadilan terhadap banding dalam perkara itu," jelasnya.
Ini berarti, demikian Gayus Lumbuun, perkara itu telah berkekuatan tetap. "Demikian pula terhadap Kasasi Praperadilan juga tidak dimungkinkan, karena bertentangan dengan ketentuan KUHAP," katanya.
Agar KPK tidak menjadi lemah, maka Jaksa Agung harus menempuh jalur `deponeering` untuk kasus kedua pemimpin KPK itu.
"Tidak harus mendapatkan persetujuan atau pertimbangan dari badan-badan kekuasaan Negara lainnya, mengingat UU hanya menyebutkan dengan memperhatikan saran atau pendapat badan-badan kekuasaan lainnya," demikian Gayus. (*)
M036/A041
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010