Tindakan ini tidak bisa ditolerir karena jelas-jelas sangat tidak manusiawi dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama manapun

Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar peristiwa ledakan yang terjadi di depan Gereja Katedral di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu pagi, tidak dikaitkan dengan agama ataupun suku tertentu.

"MUI meminta supaya masalah ini jangan dikait-kaitkan dengan agama atau suku tertentu di negeri ini karena hal demikian akan semakin membuat keruh suasana," kata Wakil Ketua Umum MUI K H Anwar Abbas kepada ANTARA di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan, apalagi terorisme. Sejatinya semua agama mengajarkan kasih sayang dan kemanusiaan kepada sesama.

"Tindakan ini tidak bisa ditolerir karena jelas-jelas sangat tidak manusiawi dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama manapun," katanya.

Baca juga: Polisi pastikan ada korban jiwa ledakan di Gereja Katedral Makassar

Pihaknya pun mendesak Polri bertindak cepat untuk menangkap pelaku peledakan tersebut.

"MUI meminta pihak aparat untuk mencari dan menangkap pelaku serta membongkar motif dari tindakan yang tidak terpuji ini," paparnya.

Insiden ledakan yang diduga bom terjadi di sekitar Gereja Katedral, Jalan Kajaolalido, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Minggu, sekitar Pukul 10.30 WITA.

Ledakan yang berada di sekitar Polsek Ujung Pandang dan Polrestabes Makassar serta Kantor Balaikota Makassar itu langsung membuat heboh dan aparat kepolisian langsung bergerak ke lokasi kejadian untuk mengamankan lokasi. Ledakan yang belum diketahui pasti asal sumbernya tersebut terjadi saat jemaat gereja sedang beribadah di gereja.

Peristiwa ini diduga menimbulkan korban jiwa. Sejumlah korban luka-luka langsung dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.

Baca juga: MUI kutuk keras pelaku peledakan depan Gereja Katedral di Makassar
Baca juga: Pengunjung kafe sekitar Gereja Katedral Makassar dikagetkan ledakan

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2021