Surabaya (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti siap membantu penambahan kuota pengangkatan guru dengan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk guru madrasah.
“Ini harus menjadi perjuangan utama Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU),” ujarnya di sela menjadi pembicara utama pada peringatan Hari Lahir PERGUNU Provinsi Lampung secara virtual yang dipantau dari Surabaya, Sabtu.
DPD RI, kata dia, melalui Komite III yang merupakan mitra Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan berupaya membantu penambahan kuota PPPK untuk guru madrasah.
Baca juga: LaNyalla harap kuota formasi PPPK guru agama bisa disesuaikan
Baca juga: PPPK untuk formasi guru agama ditetapkan 27.303 orang
Senator dari Dapil Jawa Timur itu menjelaskan dari satu juta kuota nasional untuk program PPPK tersebut, guru madrasah di bawah Kemenag hanya mendapat jatah sekitar 9.400 orang.
Padahal, berdasarkan catatan Kemenag terdapat sekitar 290 ribu guru madrasah, bahkan menurut catatan PERGUNU, terdapat sekitar 580 ribu guru madrasah non-PNS.
”Kuota yang diberikan melalui Kemenag sangat kecil, kurang dari satu persen dari satu juta kuota nasional. Ini harus diperjuangkan oleh PERGUNU sebagai wadah para guru Nahdlatul Ulama, yang nota bene mayoritas mengajar di madrasah,” ucapnya.
Selain soal kuota PPPK, mantan Ketua Umum Kadin Jatim itu juga menyinggung kebijakan penetapan standar minimal honor untuk guru yang disetarakan dengan PNS Golongan III A masa kerja nol tahun, dengan besaran honorarium sekitar Rp2,5 juta per bulan.
"Ini juga berkaitan dengan topik yang pertama tadi. Karena, kalau pun guru-guru belum mendapat kuota PPPK, tetapi mendapat payung regulasi yang menjamin bahwa honorarium yang diterima telah ditetapkan batas minimumnya," kata dia.
Baca juga: Kemenag berkomitmen perjuangkan nasib honorer guru agama jadi PPPK
Namun, ia melihat program yang dicanangkan di era Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy itu belum terlaksana, karena di lapangan masih ditemukan guru-guru yang mendapat honor sangat tidak memadai.
”Faktanya masih ada guru dengan honor Rp250 ribu sebulan atau jauh di bawah standar pemenuhan kebutuhan hidup. Sehingga masih banyak guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tuturnya.
Pewarta: Fiqih Arfani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021