Surabaya (ANTARA News) - Pakar gempa dari ITS Surabaya Amien Widodo mengingatkan perlunya kesiapsiagaan darurat lumpur Lapindo, karena lumpur bergerak sangat dinamis.
"Perilaku semburan lumpur selama empat tahun terakhir menunjukkan perilaku dinamis yaitu kawasan yang berisiko semakin luas," katanya di Surabaya, Sabtu.
Menurutnya, dinamika kawasan lumpur itu merupakan konsekuensi logis dari semburan lumpur Lapindo yang sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan berhenti.
"Semburan yang berlangsung selama ini menyebabkan bagian pusat semburan mengalami pelebaran menjadi lubang besar dan dalam," katanya.
Hal itu membuat lapisan tanah di sekitarnya terseret ke pusat semburan dan menimbulkan efek domino, seperti tanah amblas, ancaman pencemaran, dan tanggul jebol.
"Ancaman tanah amblas akan diikuti retakan tanah dan rumah, termasuk ancaman tanggul jebol sewaktu-waktu, sedangkan ancaman pencemaran dipicu semburan gas yang mudah terbakar," katanya.
Hasil kajian ITS menunjukkan, ancaman pada tahun pertama (2006) hanya sekitar tanggul, tahun kedua (2007) melebar sekitar 200 meter di luar tanggul, tahun ketiga (2008) melebar sampai 500 meter sampai satu kilometer, dan tahun keempat sudah lebih dari itu.
Selama empat tahun itu, masyarakat tidak sadar dan tidak siap dengan keadaan yang sedang dan akan menimpa mereka.
"Itu karena masyarakat masih dijadikan objek dalam menentukan kebijakan yang menyangkut kehidupan dan penghidupan mereka, sehingga mereka tidak akan siap dan siaga bila sewaktu-waktu terjadi kondisi darurat," katanya.
Oleh karena itu, pengelola lumpur dan pemerintah perlu melibatkan masyarakat sebagai mitra dalam mengambil keputusan dan membuat komitmen bersama bila terjadi kondisi darurat.
"Kalau perlu komitmen itu dituangkan dalam Perda agar bisa terjalin saling pengertian antara pengelola tanggul, pemerintah lokal, dan masyarakat sekitar tanggul, sehingga mereka tahu tugas dan lokasi penyelamatan masing-masing bila terjadi situasi emergensi," katanya.
Ia menambahkan kondisi kawasan darurat perlu sering diperbaharui dengan penelitian yang berkesimbungan dan jaringan komunikasi yang intensif.
"Kalau kita tidak siap dan siaga dengan kondisi darurat, jangan-jangan biaya yang diperlukan untuk mitigasi lebih mahal dari pemindahan seluruh warga kepada titik-titik penyelamatan," katanya.(*)
ANT/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010