Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis malam, menggelar rapat mendadak untuk membahas putusan pengadilan tingkat banding terkait penghentian kasus yang menjerat pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha Hamzah.
"Para pimpinan langsung rapat malam ini," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Kamis malam.
Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan penuntutan kasus hukum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, harus dilanjutkan.
"Kejaksaan harus melanjutkan perkara penuntutan ini atas nama Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto," kata Juru Bicara PT DKI Jakarta, Andi Samsan Nganro di Jakarta, Kamis malam.
Andi menjelaskan, hal itu adalah bagian dari putusan pada tingkat banding atas kasus penghentian penuntutan kasus yang menjerat Bibit dan Chandra.
Putusan itu dibuat oleh majelis hakim yang terdiri dari Muchtar Ritonga (ketua), I Putu Widnya, Nasarudin Tapo. Putusan itu ditetapkan pada Kamis (3/6).
Johan menjelaskan, rapat dihadiri oleh empat pimpinan KPK, yaitu Bibit Samad Rianto, Chandra Martha Hamzah, M. Jasin, dan Haryono.
Selain itu, kata Johan, beberapa pejabat struktural, termasuk Kepala Biro Hukum KPK Chaidir Ramly, juga hadir dalam rapat mendadak itu.
Johan menjelaskan, pimpinan KPK sudah mengetahui pemberitaan tentang putusan pengadilan itu.
"Namun kami tetap akan menunggu pemberitahuan resmi dari kejaksaan atau pengadilan," kata Johan.
Hingga saat ini belum ada pemberitahuan resmi tentang substansi atau kesimpulan rapat itu.
Namun, Johan menjelaskan, KPK berharap, kejaksaan melakukan upaya hukum lain terkait putusan pengadilan yang membatalkan penghentian penuntutan kasus Bibit dan Chandra.
Terkait status Bibit dan Chandra, Johan menjelaskan keduanya masih sebagai pimpinan KPK. Penghentian pimpinan KPK dari tugasnya harus melalui keputusan presiden.
"Yang jelas, jika kedua pimpinan itu harus non aktif atau berhenti, hal itu akan melemahkan KPK yang saat ini sedang menangani kasus besar dan menarik perhatian masyarakat," kata Johan.(*)
(F008/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010