Jakarta (ANTARA) - Optimisme terhadap ekonomi segera bangkit mulai dirasakan sektor usaha di Indonesia pada tahun 2021 seiring dimulainya pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bagi seluruh warga.

Banyak dari pelaku usaha yang menaruh harapan pelaksanaan vaksinasi menjadi awal pemulihan ekonomi yang selama ini terdampak pandemi COVID-19. Bahkan ekonomi diprediksi bakal tumbuh tiga sampai empat persen pada tahun ini.

Hanya saja, patut diingat samahalnya di berbagai negara di dunia, ekonomi Indonesia juga menganut sistem terbuka. Artinya berbagai peristiwa dan isu ekonomi di belahan lain di dunia, akan berpengaruh terhadap ekonomi Indonesia.

Ekonomi Indonesia terintegrasi dengan ekonomi global. Kondisi menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha.

Pelaksanaan vaksinasi ini tidak hanya di Indonesia, namun berbagai negara saat ini juga berlomba-lomba bangkit dari pandemi, dengan memvaksin penduduknya.

Agar ekonomi segera pulih, Pemerintah Indonesia harus bisa mendorong pelaku usaha agar mampu menembus pasar dunia. Memang bukan perkara mudah mengingat semua negara juga tengah melindungi pasarnya dan menjualnya ke luar negeri.

Salah satu syarat agar dapat menembus pasar dunia adalah ramah lingkungan. Dengan demikian, penerapan industri berkelanjutan (sustainable industry) menjadi keharusan agar dapat masuk ke pasar-pasar potensial.

Beruntung, mayoritas industri yang berorientasi ekspor sudah menerapkan konsep ekonomi berkelanjutan jauh sebelum pandemi terjadi. Hanya saja diprediksi seleksi terhadap produk-produk ramah lingkungan ke depannya akan semakin ketat karena hampir semua negara berlomba-lomba bisa pulih dengan cepat.

Produk ramah lingkungan ini pendekatannya beragam. Namun yang jelas harus rendah emisi dan melibatkan masyarakat dalam pelaksanaannya serta terpenting efisien, meminimalkan limbah yang terbuang, dan tak ada kerusakan alam.

Saat ini memang sudah banyak penghargaan di bidang lingkungan bahkan dibuat peringkat serta sertifikasi bagi perusahaan yang sudah memenuhi kriteria "sustainable". Hal ini lah yang dapat menjadi bekal bagi sektor usaha di Indonesia memiliki peluang menembus pasar dunia.

Emisi
Dian Andyasuri, President Director & Country Chair Shell Indonesia mengakui vaksinasi COVID-19 memang menjadi harapan bagi sektor industri untuk kembali bangkit. Meskipun baru mencapai sebagian warga yang terakses vaksinasi, setidaknya langkah itu telah memicu semangat di sektor bisnis.

Pemerintah jauh sebelum pandemi telah menyiapkan making 4.0 yang merupakan peta jalan (road map) menuju Industry 4.0. Salah satu syarat bagi industri untuk mencapai hal itu melalui pengurangan emisi.

Dian berharap sebagai perusahaan yang bergerak di bidang energi berharap bisa menjadi bagian dalam mewujudkan Industri 4.0 di Indonesia serta menjadi mitra untuk menempatkan Indonesia ke dalam sepuluh besar pemain ekonomi dunia pada tahun 2030.

Shell selama beroperasi di Indonesia telah bekerja sama dengan tak kurang dari 8,000 pelaku bisnis dari berbagai sektor industri selama puluhan tahun di Indonesia. Sebanyak 264 "value improvement project" dilaksanakan selama 7 tahun terakhir, dengan total penghematan mencapai 11 juta dollar AS yang telah dinikmati oleh para pelanggan.

Dia menjelaskan untuk mencapai industri berbasis digital harus dipastikan sudah mengadopsi teknologi yang efisien dan mampu menghemat sumber daya. Seperti untuk sektor manufaktur harus dipastikan mesin yang dipergunakan bisa memberi kontribusi terhadap perusahaan agar tetap mampu tumbuh dan berkembang.

Baca juga: OJK sebut pertumbuhan kredit masih minus di Februari 2021

Sektor manufaktur juga optimis bangkit seiring program vaksinasi (Foto HO Shell)

Di tengah upaya memulihkan ekonomi, menurut Dian, perusahaan selain dituntut mampu tumbuh dan berkembang, juga harus sustainability dalam kegiatannya. Digitalisasi dan teknologi menjadi solusi dalam meraih sebagai perusahaan yang berkelanjutan.

Soal teknologi, juga tidak bisa dianggap mudah. Butuh riset agar mengetahui teknologi yang tepat. Sementara dalam menerapkan riset saat ini juga dibutuhkan proses digital terutama untuk mengetahui produk yang tepat bagi pasar yang akan dituju.

Dian mengatakan pemerintah telah berkomitmen untuk masuk ke era industri 4.0, dan hal ini tentunya akan diikuti oleh tantangan-tantangan baru yang akan dihadapi oleh kalangan industri tanah air.

Tiga persen
Sedangkan ekonom senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dr Aviliani menilai pertumbuhan ekonomi sebesar tiga persen sudah cukup di tahun 2021, namun kalau ingin empat sampai lima persen juga dimungkinkan.

Alasannya, kata Aviliani, Indonesia dan negara-negara lain dalam ekonomi global seperti sekarang ini saling bergantung. Optimisme terhadap ekonomi juga terjadi di seluruh belahan bumi, meskipun pelaksanaan vaksinasi ini juga belum sepenuhnya menjangkau warganya.

Aviliani melihat persoalan ekonomi sebenarnya hanya terjadi di triwulan II 2020, namun setelah itu ekonomi mulai menunjukkan optimisme. Ke depan ekonomi berjalan tentunya dengan tetap mempertimbangkan pembatasan-pembatasan seperti menjaga jarak dan kapasitas dalam ruang kerja.

Aviliani mengatakan kebijakan PSBB masih akan dialami Indonesia meskipun dengan penerapan yang lebih longgar. Hal ini karena diperkirakan efektivitas vaksin baru akan dirasakan dalam kurun waktu sembilan bulan ke depan. Masih butuh waktu agar vaksin dapat menjangkau seluruh masyarakat.

Sedangkan di tahun 2022, Aviliani berpandangan ekonomi bakal kembali terkontraksi seiring dengan berakhirnya kebijakan relaksasi sebagai stimulus selama pandemi meliputinya program restrukturisasi perbankan dan sebagainya.

Menurut Aviliani, di tahun 2021 pemulihan ekonomi bakal menghadapi persaingan di tingkat global. Untuk mendorong ekonomi negara-negara akan saling melindungi (memberikan proteksi) terhadap komoditi-komoditi andalan.

Persoalan lingkungan masih menjadi isu yang bakal dilontarkan untuk memproteksi komoditi dari serbuan komoditi dari negara lain. Komoditi atau produk yang tak ramah lingkungan bakal sulit menembus ke berbagai negara.

Tak hanya itu, perbankan juga diwajibkan memberikan pembiayaan bagi perusahaan berbasis lingkungan. Persoalan lingkungan ini ke depan bahkan menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Aviliani memetakan sejumlah sektor yang bakal bangkit di tahun 2021. Sektor tersebut adalah transportasi darat dan laut.

Kondisi demikian seiring semakin tingginya aktivitas perdagangan dalam dan luar negeri. Namun untuk transportasi udara diperkirakan baru akan pulih dua sampai tiga tahun ke depan.

Pertumbuhan juga akan dirasakan sektor-sektor terkait infrastruktur. Sebagai contoh alat berat dan sektor penunjangnya. Begitu juga untuk sektor pertambangan juga terus mengalami pertumbuhan seiring dengan maraknya pembangunan smelter.

Sektor otomotif dan properti juga termasuk sektor yang mengalami pergerakan positif. Hal ini ditandai dengan fasilitas yang diberikan OJK dan Bank Indonesia dengan memberi keringanan pajak dan tanpa uang muka (DP nol persen).

Baca juga: BPS: Walau terkontraksi, ekonomi DKI Jakarta kuartal IV 2020 membaik

Properti juga menyambut optimis program vaksinasi (Foto ANTARA/ Ganet Dirgantoro)

Aviliani hanya memberi catatan kepada sektor perkebunan yang rantai pasok belum terbentuk sepenuhnya. Masih banyak dari sektor ini yang berorientasi kepada impor bahan baku.

Aviliani juga meminta pelaku usaha untuk melakukan diversifikasi pasar agar tidak lagi tergantung kepada pasar utama, saat ini negara-negara di Afrika dan Timur Tengah sedang tumbuh. Potensinya sangat besar untuk ditindaklanjuti mengingat negara-negara ini juga tengah melaksanakan pembangunan di segala bidang.

Optimisme agar ekonomi bisa bangkit seiring pemberian vaksinasi COVID-19 memang mutlak dilaksanakan saat ini. Namun strategi juga diperlukan dalam artian mengantisipasi kemungkinan proteksi serta mencari peluang baru dari negara-negara yang tengah berkembang.
Baca juga: Kemenkeu perkirakan ekonomi triwulan II-2021 tumbuh 7 persen

Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2021