puncak restrukturisasi karena COVID-19 terjadi di September 2020. Saat itu jumlah debitur yang kami restrukturisasi hampir 3 juta, yaitu 2,975 juta debitur dengan outstanding kurang lebih Rp193 triliun. Angka ini terus menurun sejak Oktober
Jakarta (ANTARA) - Direktur Manajemen Risiko PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Agus Sudiarto mengatakan jumlah debitur yang kreditnya direstrukturisasi konsisten terus turun sejak mencapai puncaknya pada September 2020 lalu.
"Memang puncak restrukturisasi karena COVID-19 terjadi di September 2020. Saat itu jumlah debitur yang kami restrukturisasi hampir 3 juta, yaitu 2,975 juta debitur dengan outstanding kurang lebih Rp193 triliun. Angka ini terus menurun sejak Oktober, konsisten terus turun sampai Desember. Bahkan di Januari dan Februari, untuk UMKM terus menurun," ujar Agus saat jumpa pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun 2021 di Jakarta, Kamis.
Hingga Februari 2021, total restrukturisasi kredit BRI mencapai Rp189,3 triliun dari 2,7 juta debitur. Meski, lanjut Agus, pada Januari dan Februari 2021 terdapat peningkatan jumlah restrukturisasi kredit.
"Ada kenaikan sedikit di bulan Januari dan Februari. Itu lebih karena beberapa debitur korporasi yang sudah diputus di periode Desember, tetapi secara legally documented baru dilakukan di Januari dan Februari," kata Agus.
Ia berharap berkurangnya jumlah debitur restrukturisasi dapat terus konsisten berkurang sampai akhir tahun, sehingga pada akhir Desember 2021, total portofolio restrukturisasi kredit secara keseluruhan turun.
Sementara itu, terkait rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto menargetkan NPL bisa terus ditekan di bawah 3 persen hingga akhir tahun ini. NPL Gross BRI sepanjang 2020 lalu tercatat 2,99 persen.
"Harapan kami dan kalau kita lihat sekarang mulai ada vaksin sehingga PSBB bisa dilonggarkan dan kita tahu UMKM di samping ada transaksi digital, tapi faktor tatap mukanya masih besar. Maka kami optimis 2021 dengan adanya vaksin ini akan membaik sehingga harapan kami NPL bisa dipertahankan di bawah 3 persen," ujar Catur.
Pada tahun lalu, bank spesialis kredit mikro tersebut mampu membukukan laba bersih sebesar Rp18,66 triliun sehingga total aset perseroan mencapai Rp1.511,8 triliun atau tumbuh 6,7 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit mencapai 3,9 persen (yoy) atau menjadi Rp938,4 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berhasil tumbuh 9,8 persen pada 2020 menjadi Rp1.121,1 triliun.
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun 2021 BRI baru saja menyetujui pembayaran dividen sebesar Rp12,1 triliun atau 65 persen dari laba bersih konsolidasian tahun 2020 sebesar Rp18,6 triliun, sedangkan sisanya sebesar 35 persen atau sebesar Rp6,5 triliun akan digunakan sebagai saldo laba ditahan.
Baca juga: Pemegang saham setujui BRI bagi dividen Rp12,1 triliun
Baca juga: Dirut BRI: Daya beli dan konsumsi publik kunci pertumbuhan kredit
Baca juga: Erick Thohir sebut sinergi BRI-PNM-Pegadaian untuk dukung UMKM
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021