"Penahanan WNI bersama-sama 480 aktivis kemanusiaan lain tidak beralasan, kecuali nyata-nyata mereka melakukan pelanggaran hukum Israel. Pelanggaran ini mustahil adanya mengingat Israel melakukan penangkapan dan penahanan di perairan internasional," katanya di Jakarta, Selasa.
Israel menahan ratusan aktivis kemanusiaan dari 31 negara, termasuk 11 orang asal Indonesia, di Be`er Sheva, sebuah penjara sipil yang dijaga ketat militer untuk diinterogasi. Penahanan itu dilakukan menyusul serangan tentara Israel atas kapal Mavi Marmara yang hendak mengirim bantuan ke Gaza, Palestina.
Menurut Hikmahanto, untuk membebaskan WNI itu maka Pemerintah dapat memanfaatkan saluran-saluran tidak resmi dalam memberikan perlindungan warganya.
"Ada sejumlah tokoh Indonesia memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh di Israel," katanya tanpa menyebut nama.
Ia mengatakan bagi pemerintah yang bertanggung jawab terhadap kondisi warganya di luar negeri maka apa pun harus dilakukan.
"Pemerintah justru perlu menghindari sikap-sikap yang dapat mengundang antipati dari publik Indonesia. Jangan sampai kekesalan publik terhadap Israel ditimpakan kepada pemerintah," tegasnya.
Meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, lanjutnya, pemerintah Indonesia tetap wajib melindungi para WNI yang ditahan oleh Israel akibat insiden penyerangan marinir Israel terhadap kapal Marvi Marmara asal Turki yang bermisi kemanusiaan.
Perlindungan ini adalah mereka harus diperlakukan secara manusiawi dengan pemberian hak-haknya dan tidak dilanggar hak asasi manusia (HAM)-nya.
Ia mengakui kendala utama pemberian perlindungan terhadap WNI oleh pemerintah adalah tidak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel. Komunikasi melalui saluran diplomatik bahkan upaya-upaya diplomatik seperti pemutusan hubungan diplomatik tidak mungkin dilakukan.
Kendala utama ini, menurut dia, dapat diatasi dengan cara pemerintah menitipkan perlindungan terhadap para WNI kepada negara sahabat yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, seperti Yordania.
Dalam dunia diplomasi upaya ini dianggap suatu praktik yang lazim, demikian Prof. Hikmahanto Juwana.
(A017/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010