Bogor (ANTARA News) - Pakar kehutanan Institut Pertanian Bogor Dr Ir Ricky Avenzora, MScF mengemukakan ungkapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan akan akan hati-hati menerima bantuan berupa pinjaman untuk perbaikan kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia patut mendapat pujian.
"Pernyataan beliau yang berjanji akan berhati-hati dalam menerima bantuan berupa pinjaman untuk perbaikan kehutanan dan perubahan iklim di Indonesia adalah suatu `political will` yang patut dipuji dan mesti didukung serta direalisasikan bersama," katanya pada ANTARA di Bogor, Selasa.
Ia mengatakan, kehati-hatian dalam menerima dan menggunakan pinjaman tersebut harus terwujud bukan hanya pada tingkat pemerintah pusat, melainkan juga pada pemerintah daerah yang saat ini disebutnya sedang "terlalu bersemangat" untuk memanfaatkan dana-dana lingkungan itu.
"Dan sekaligus juga sedang menjadi `sasaran empuk` para `pialang lingkungan`," katanya.
Berbagai keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) dan peraturan yang ada di daerah telah membuat para "pialang lingkungan" sangat bergairah dan leluasa untuk menjual isu lingkungan dan iklim guna kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Dikemukakannya, meski saat ini bisa dikatakan bahwa kebijakan dasar penggunaan dana lingkungan tersebut masih pada pemerintah pusat, namun hal itu tidak berarti para "pialang lingkungan" tersebut kehilangan akal untuk menyusun berbagai siasat agar tujuan mereka tercapai. Dinamika "pialang lingkungan" tersebut, katanya, tidak hanya yang bersifat perorangan, tapi juga yang bersifat institusional, baik dari dalam negeri atau dari mancanegara.
Sepak terjang para "pialang lingkungan" itu sampai saat ini belum terpantau dan terawasi dengan baik sejalan dengan belum adanya lembaga yang bertindak sebagai "LSM-Watch" (pemantau lembaga swadaya masyarakat/LSM).
Ia mengatakan, secara formal memang dapat dikatakan belum ada data empiris yang dipublikasikan tentang sepak terjang "pialang lingkungan" selama ini di Indonesia.
"Namun demikian bukan berarti bahwa isu `pialang-lingkungan` adalah isapan jempol belaka atau suatu sinisme dan praduga berlebihan," katanya.
Menurut dia, jika ada sebagian praktisi lingkungan atau lembaga lingkungan yang menafikan dan menutup mata tentang keberadaan "pialang-lingkungan" di Indonesia --dengan berdalih bahwa belum ada data empiris yang valid --maka kepada mereka patut dipertanyakan kejujuran dan kekritisannya dalam mengenali secara rinci dunia yang
digeluti sehari-hari selama ini.(*)
(A035/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010