Bogor (ANTARA News) - Daftar burung yang terancam punah di Indonesia akan terus bertambah seiring dengan maraknya perburuan dan perambahan hutan di Indonesia, kata peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr Dewi M. Prawiradilaga,MSc di Bogor, Selasa.
Menurut pakar satwa burung LIPI tersebut, perambahan hutan, perburuan, dan juga polusi udara di sejumlah tempat di Indonesia sangat berpengaruh pada populasi jenis-jenis burung tertentu.
Tahun ini burung pelatuk kelabu besar atau Great slaty woodpecker yang dulu banyak ditemukan di Jawa, Kalimantan dan Sumatera sudah masuk dalam daftar satwa yang terancam punah. BirdLife dan IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) baru-baru ini merilis peningkatan status ancaman bagi burung yang bernama latin Mulleripicus pulverulentus itu dari "least concern" menjadi "vulnerable" atau rentan terhadap kepunahan.
Dewi Prawiradilaga mengatakan, jenis pelatuk ini masih dapat ditemukan antara lain di kepulauan Riau dengan jumlah terbatas. Namun jika perburuan dan perambahan hutan tetap marak, dikhawatirkan satwa ini bakal punah. "Padahal keberadaan satwa burung tersebut, termasuk salah satu indikator hutan primer yang baik kondisinya," katanya.
Penyebaran jenis pelatuk kelabu besar ini cukup luas, meliputi Asia Selatan, Asia Tenggara dan sebagian China. Di perkirakan saat jumlah burung ini ada sekitar 26 ribu hingga 500 ribu ekor, namun jumlah tersebut cenderung menurun.
Dr Dewi juga mengingatkan bahwa selain pelatuk kelabu besar, terdapat sejumlah jenis burung lainnya di Indonesia yang bisa masuk dalam "daftar merah" IUCN, karena marak diperjual-belikan.
"Saya melihat saat ini orang makin pintar menangkap burung di hutan-hutan untuk dijual. Misalnya burung madu (collibry) dan burung penghuni tajuk pohon (kanopi) yang banyak dijual di daerah Jawa Timur," katanya.
Burung kanopi, atau sering disebut burung sepah, sebenarnya tergolong burung yang sulit ditangkap karena lebih sering berada di pucuk pohon-pohon tinggi.
Namun ternyata burung ini pun banyak yang ditangkap.Ini cukup memprihatinkan," kata Dewi yang menekuni penelitan terhadap satwa burung dan meraih doktor dari Australian National University tahun 1997 itu. (ANT/A038)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010