Jalan menuju pemulihan permintaan minyak tampaknya penuh rintangan karena dunia terus memerangi pandemi COVID-19

New York (ANTARA) - Harga minyak anjlok sekitar enam persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena kekhawatiran atas pembatasan pandemi baru dan peluncuran vaksin yang lambat di Eropa sehingga memicu kegelisahan yang berlebihan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei tergelincir 3,83 dolar AS atau 5,9 persen, menjadi ditutup pada 60,79 dolar AS per barel, setelah mencapai terendah sesi di 60,50 dolar AS. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berakhir merosot 3,80 dolar AS atau 6,2 persen, menjadi 57,76 dolar AS per barel, setelah menyentuh level terendah 57,32 dolar AS.

Kedua harga acuan minyak mentah diperdagangkan mendekati posisi terendah yang tidak terlihat sejak 9 Februari.

Spread atau selisih harga Brent bulan depan berubah menjadi contango kecil untuk pertama kalinya sejak Januari. Contango adalah situasi kontrak bulan depan lebih murah daripada bulan mendatang, dan dapat mendorong pedagang untuk menyimpan minyak.

Dalam perdagangan pascapenyelesaian, minyak mentah AS diperdagangkan serendah 57,25 dolar AS per barel, sementara minyak mentah Brent menyentuh 60,27 dolar AS per barel. Pergeseran lebih rendah terjadi setelah stok minyak mentah AS naik dan persediaan bensin turun dalam beberapa pekan terakhir, menurut sumber perdagangan yang mengutip data dari kelompok industri American Petroleum Institute.

Persediaan minyak mentah melonjak 2,9 juta barel dalam sepekan hingga 19 Maret, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan sekitar 300.000 barel, kata sumber tersebut.

Data resmi pemerintah akan dirilis pada Rabu pukul 10.30 waktu setempat.

“Jalan menuju pemulihan permintaan minyak tampaknya penuh rintangan karena dunia terus memerangi pandemi COVID-19,” kata Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy.

"Harga minyak turun lagi pada Selasa, membuktikan bahwa koreksi minggu lalu tidak cukup dalam dan bahwa pasar telah diperdagangkan akhir-akhir ini dengan sentimen bullish yang berlebihan, mengabaikan risiko pandemi."

Penguncian yang diperpanjang di Eropa didorong oleh ancaman gelombang ketiga, dengan varian baru virus corona di benua itu. Jerman, konsumen minyak terbesar Eropa, memperpanjang pengunciannya hingga 18 April.

Hampir sepertiga dari Prancis memasuki penguncian selama sebulan pada Sabtu (20/3/2021), menyusul lonjakan kasus di Paris dan sebagian Prancis utara.

“Situasi Jerman dimulai, tetapi ada banyak minyak mentah di luar sana,” kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York. “Tidak ada sisi lain dari persediaan minyak. Kami kebanjiran minyak."

"Benua Eropa memperketat langkah-langkah virus corona dan dengan demikian semakin membatasi mobilitas," kata Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research, dalam sebuah catatan pada Selasa (23/3/2021). "Ini kemungkinan akan berdampak negatif pada permintaan minyak," tambahnya.

Dolar AS yang lebih kuat juga membebani harga, karena biasanya membuat minyak dalam mata uang greenback lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Pasar minyak mentah fisik menunjukkan bahwa permintaan lebih rendah daripada pasar berjangka. "Harga fisik telah lebih lemah daripada berjangka telah ditunjukkan beberapa minggu," kata Lachlan Shaw, kepala penelitian komoditas di National Australia Bank.

Baca juga: Minyak naik, penguncian Eropa rusak prospek pemulihan permintaan
Baca juga: Harga minyak tumbang terseret memburuknya kasus Covid-19 di Eropa
Baca juga: Minyak terus merosot terseret prospek permintaan, penumpukan stok AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021