Aksara Jawa bersusah payah bertahan di tengah aksara latin

Yogyakarta (ANTARA) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim memandang pelestarian aksara Jawa sebagai upaya mutlak untuk mempertahankan eksistensi budaya Jawa di Tanah Air.

"Pelestarian aksara Jawa harus dipandang sebagai langkah yang mutlak harus dipertahankan untuk menjaga keberlangsungan kebudayaan Jawa," kata Nadiem saat memberikan sambutan dalam Kongres Aksara Jawa 1 yang digelar secara luring dan daring di Yogyakarta, Senin.

Nadiem menyadari dewasa ini aksara Jawa harus bertahan dengan susah payah di dunia yang kini telah didominasi oleh aksara latin.

Perkembangan teknologi informasi yang pesat pun, menurut dia, secara umum mengukuhkan dominasi tersebut sehingga menyudutkan aksara Jawa. Ini terlihat dari penggunaan aksara latin di sebagian platform aplikasi.

"Aksara Jawa bersusah payah bertahan di tengah aksara latin yang kita gunakan sehari-hari," kata dia.

Selain itu, ia menilai masyarakat Jawa kini cenderung memakai bahasa Indonesia sebagai percakapan sehari-hari yang akhirnya membuat aksara Jawa kian ditinggalkan oleh penuturnya.

Baca juga: Digitalisasi aksara daerah perlu dukungan pemerintah

Baca juga: Amrih, pelopor digitalisasi aksara Jawa di Yogyakarta

Menurut dia, melestarikan aksara Jawa berarti merawat tubuh kebudayaan Jawa serta mendorong penciptaan aneka bentuk ekspresi yang akan semakin memperkaya kebudayaan Bangsa Indonesia.

Lebih dari sekadar memperkuat budaya bangsa, menurut Nadiem, Bahasa Jawa merupakan bagian penting dalam pendidikan budi pekerti sehingga eksistensi penggunaan aksaranya harus tetap dijaga.

"Ke depan, kita harus mendorong kebudayaan Jawa yang semakin inklusif dan mendukung kedudukan aksara Jawa di tengah ekosistem kebahasaan dunia," kata dia.

Sementara itu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyebutkan selain menjaga keberadaan bahasa Jawa, Kongres Aksara Jawa juga berperan meningkatkan minat baca dan tulis bahasa Jawa, minimal untuk penuturnya.

"Eksistensi bahasa minimal dipakai 10 ribu orang untuk memastikan transmisi ke generasi. Bahasa daerah perlu didorong tetap hidup, terutama di lingkungan keluarga untuk diwariskan ke setiap penutur," ujar Raja Keraton Yogyakarta ini.

Ketua Panitia Kongres Aksara Jawa 1, Setyo Prasojo menjelaskan kongres yang akan berlangsung hingga 26 Maret 2021 itu bakal membahas berbagai hal meliputi transliterasi aksara Jawa-latin, tata tulis, digitalisasi, sampai kebijakan penggunaannya di ranah publik.

Setyo mengatakan empat hal itu akan dibahas dalam sidang komisi. Setiap komisi diikuti 20 peserta luring dan 180 peserta daring.

Sebelum kongres digelar, menurut dia, telah digelar diskusi kelompok terpumpun (focus gruop discussion) melibatkan pemangku kepentingan, akademisi, dan ahli.

Kongres Aksara Jawa ini diikuti berbagai pihak. Selain pemerintah, juga ahli dan peserta dari luar Yogyakarta, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Banten, DKI Jakarta, hingga Hong Kong.

Setyo berharap kongres ini mampu menjaga eksistensi aksara Jawa. Apalagi, berdasarkan data UNESCO, ada lebih dari 200 bahasa di dunia telah punah akibat hilangnya penutur bahasa tersebut.

"Kongres Aksara Jawa ini diharapkan menghasilkan keputusan strategis, salah satunya pengakuan negara terhadap aksara Jawa dan aksara lain," kata Setyo.

Baca juga: Upaya daftarkan aksara Jawa jadi nama domain belum berhasil

Baca juga: Digitalisasi aksara Jawa sudah 80 persen

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021