Padang (ANTARA News) - Masih maraknya pungutan liar (pungli) dialami para supir dan pengusaha angkutan umum dinilai disebabkan penegakan hukum belum konsisten.


"Penegakan hukum harus konsisten, kalau tidak itu yang terjadi (tetap maraknya pungli, red)," kata anggota kehormatan luar biasa, DPP Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda), Sri Sultan Hamengkubuwono X di Padang, Selasa.


Sri Sultan yang juga Gubernur D.I Yogyakarta itu hadir di Padang antara lain menutup Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Organda ke IV.


Hal itu disebutkan Sri Sultan, saat ditanya penyebab masih maraknya pungli terhadap angkutan umum, meski telah dilakukan operasi "premanisme" besar-besaran oleh Polri beberapa waktu lalu.


Menurut dia, pungli dalam aksi premanisme hanya hanya itu persoalan kita dalam pengelolaan angkutan umum. "Itu hanya salah satu persoalan," katanya.


Masalahnya, sekarang sejauh mana institusi hukum bisa berfungsi, asalnya kan di situ, tambah Sri Sultan.


Soal perangkat dan alat hukumnya memang sudah ada, tapi masalahnya pada sikap konsistensi, itu harus dilakukan, tegasnya.


Seharusnya, kata Sri Sultan makin lama republik ini merdeka maka manajemen pemerintahan ini semakin baik, bukan sebaliknya.


Sebelumnya, Ketua Umum DPP Organda, Murphy Hutagalung menilai, operasi pemberantasan "premanisme" oleh Polri dari tingkat pusat hingga kedaerah-daerah belum menghentikan aksi pungli terhadap angkutan umum, baik oleh preman tatto-an maupun oknum aparat sendiri.


"Operasi preman itu, belum terlihat hasilnya, buktinya pungli masih terus berjalan," katanya.


Menurut dia, pungli yang dialami para pengusaha dan supir angkutan umum masih sama ketika sebelum dan setelah razia besar-besaran dilakukan Polri.


Namun, Organda tetap menyambut baik adanya operasi preman itu dan meminta dilakukan bekesinambungan. Artinya tidak hanya sejenak atau sewaktu-waktu saja, tapi rutin dan menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi pengusaha angkutan dari pungli preman dan oknum aparat, tambahnya.


"Operasi ini harus dilakukan secara kontinue dan mesti ada sanksi yang tegas," katanya.


Ditanya jumlah nominal pungli dilakukan preman dan oknum aparat terhadap supir angkutan umum di Indonesia, menurut Murphy, berdasarkan catatan Organda mencapai Rp18 triliun per tahun.


Namun dari penilaian atau penelitian pakar ekonomi Universitas Indonesia, jumlah pungli terhadap angkutan umum justru mencapai Rp40 triliun se tahun, tambahnya.


Sedangkan kondisi seutuhnya dilapangan, diperkirakan setiap angkutan umum kena pungli rata-rata Rp7.500 per hari per kendaraan, tambahnya.


"Tapi bisa juga jumlah uang pungli itu lebih besar dari Rp7.500 tersebut," katanya.


Itu untuk angkutan umum kecil, sedangkan untuk truk yang melayani Jawa ke Sumatera bisa habis Rp1 juta sekali trip, ungkapnya.


Ia menyatakan, pungli tersebut telah ikut menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi di Indonesia.


Ditanya mana lebih besar pungli oleh preman atau oknum aparat, Murphy menyebutkan, ya aparat lah.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009