masih relatif tingginya penularan COVID-19 juga dapat menahan keinginan masyarakat untuk berbelanja, meskipun tampaknya ada penurunan tingkat penularan COVID-19 belakangan iniJAKARTA (ANTARA) - Hasil kajian khusus Mandiri Institute mengungkapkan bahwa terdapat indikasi kenaikan tren belanja pada awal tahun 2021 dibandingkan tahun lalu.
“Nilai belanja masyarakat saat ini berada 4,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan periode Januari 2020. Sementara frekuensi belanja 16,7 persen lebih tinggi, di mana kenaikan ini juga terkonfirmasi melalui data mobilitas yang direkam melalui data Google,” ujar Kepala Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono melalui keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.
Yudo mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan kajian khusus mengenai tren belanja masyarakat dengan memanfaatkan high-frequency transaction data.
“Kami mengembangkan Mandiri Spending Index yang memperhitungkan komposisi belanja berdasarkan sub-kategori belanja, seperti supermarket, restoran, household, fashion dan lain sebagainya. Komposisi ini digunakan sebagai pembobot untuk menyusun indeks belanja yang dapat membantu pemerintah dan sektor usaha untuk mengamati pergerakan belanja masyarakat Indonesia sejak awal 2020 hingga saat ini,” katanya.
Lebih lanjut Yudo menyebutkan indeks belanja mengalami perbaikan di hampir seluruh wilayah, kecuali daerah pariwisata seperti Bali dan DI Yogyakarta.
“Catatan terakhir menunjukkan bahwa Mandiri Spending Index di Bali masih berada di posisi 39,4 dari posisi sebelum pandemi. Hal ini membutuhkan perhatian khusus, terutama untuk menghindari adanya ketimpangan dalam pemulihan ekonomi,” ungkapnya.
Selain itu, Yudo mengungkapkan ada beberapa faktor yang masih dapat menahan tren perbaikan belanja masyarakat, antara lain pembatasan mobilitas/aktivitas masyarakat yang berpotensi menekan aktivitas ekonomi dan belanja.
“Kemudian, masih relatif tingginya penularan COVID-19 juga dapat menahan keinginan masyarakat untuk berbelanja, meskipun tampaknya ada penurunan tingkat penularan COVID-19 belakangan ini,” sambungnya.
Ia juga menyebutkan bahwa ketidakstabilan pemulihan belanja masyarakat juga didorong oleh perilaku kelompok menengah atas yang masih menahan belanja, terutama untuk kategori belanja tertentu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh masih rendahnya keyakinan untuk melakukan mobilitas, termasuk berbelanja, secara aman. Selain juga ketidakpastian ekonomi yang membuat pola belanja kelompok menengah ke atas belum kembali ke era pra-pandemi.
Oleh karena, lanjutnya, pengendalian COVID-19 dan distribusi vaksin yang cepat akan menjadi kunci untuk mengembalikan keyakinan masyarakat, terutama kelompok menengah atas.
“Hal ini akan menjadi pendorong besar pertumbuhan konsumsi di Indonesia. Di samping itu, memastikan mobilitas masyarakat dapat kembali meningkat dengan aman sangat penting untuk menahan pelemahan belanja di wilayah-wilayah yang sangat bergantung pada tingkat kunjungan masyarakat (sektor pariwisata), misalnya Bali dan DI Yogyakarta,” pungkasnya.
Baca juga: Pelaku e-commerce akui pandemi ubah tren belanja daring
Baca juga: Hippindo yakin masyarakat kembali penuhi pusat belanja pascapandemi
Baca juga: "Harbolnas" jadi bukti perubahan tren belanja konsumen Indonesia
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021