Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menyatakan telah berkirim surat kepada Presiden Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) terkait penyelesaian krisis di Myanmar.
"Itu merupakan salah satu langkah yang dilakukan BKSAP terkait krisis politik di negara itu akibat kudeta militer," kata Fadli dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Senin.
Baca juga: Anggota DPR nilai perlu langkah konkret pemimpin ASEAN terkait Myanmar
Baca juga: Kemlu, KBRI Yangon terus pantau keamanan WNI di Myanmar
Fadli menyatakan BKSAP mendesak organisasi AIPA untuk melakukan langkah konkret menjamin penghormatan prinsip dan tujuan dari Piagam Asean antara lain penegakan demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, good governance , rule of law dan constitutional government.
"Saya mengutuk keras aksi brutal rezim militer Myanmar terhadap para demonstran pro-demokrasi yang menyebabkan jatuhnya puluhan korban tewas, luka-luka, dan penahanan ribuan orang tanpa proses hukum," kata Fadli.
Desakan BKSAP itu kata Fadli didasarkan atas pengamatan secara seksama dan sebagai institusi yang dimandatkan untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam konstitusi.
Menurut Fadli, AIPA dibentuk tujuannya antara lain mempromosikan prinsip HAM, demokrasi, perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan Asean. BKSAP juga mengusulkan AIPA menangguhkan keanggotaan Parlemen Myanmar sampai ada Parlemen Myanmar yang demokratis dan kembali aktif.
Selain itu, BKSAP juga mendesak PBB, Asean dan komunitas internasional lainnya untuk secara cepat melakukan langkah-langkah yang diperlukan. Komunitas internasional terutama PBB dan Asean harus sigap untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyat Myanmar pada umumnya sebagai prioritas. Demikian pula repatriasi ratusan ribu warga etnis Rohingya yang diusir dengan penuh kekerasan oleh militer Myanmar.
"Saya menilai ASEAN lamban dalam menyikapi kudeta itu. Asean seharusnya lebih progresif dan dinamis dalam memaknai prinsip non-interference . Prinsip non-interference seharusnya ditempatkan dalam kerangka kewajiban negara-negara anggota Asean untuk menjalankan prinsip dan nilai-nilai bersama secara utuh yang termuat dalam Piagam Asean," jelas Fadli.
Fadli menyatakan langkah prioritas lain yang secepatnya dilakukan yakni memulihkan demokrasi dan menjaga perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan kawasan. Fadli mendesak rezim militer Myanmar untuk membebaskan para tahanan termasuk anggota parlemen, oposisi, jurnalis, aktivis HAM dan demokrasi serta menjamin keselamatan petugas medis dalam menyelamatkan mereka yang terdampak dalam aksi menentang kudeta.
Baca juga: Rekonsiliasi dinilai skenario terbaik penyelesaian krisis Myanmar
Baca juga: Penggunaan kekerasan oleh militer Myanmar disebut telah terkoordinasi
Pewarta: Fauzi
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021