Pengunjuk rasa yang dipimpin Centre for Independent Journalism (CIJ) tersebut membawa sejumlah poster bertuliskan "Buka Parlemen", "Fight Fake News With Facts Not Acts", "Lawan Berita Palsu Dengan Fakta Bukan Akta", "Protest".
"Kami mau negara kembali ke jalan demokrasi dan pemerintahan yang 'check and balance'. Kami mendesak pemerintah mengadakan sidang parlemen dengan segera," katanya.
Mereka mengatakan unjuk rasa diadakan karena tindakan pemerintah telah meletakkan mereka dalam keadaan yang amat terdesak dan merasakan perlu sesuatu respon bagi mengambil kembali ruang demokrasi.
"Kami juga risau, apakah akan ada lagi undang-undang yang diberlakukan tanpa pengawasan parlemen?. Juga, apakah rakyat Malaysia berpotensi menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia?," katanya.
Mereka mengatakan hal tersebut mewujudkan suasana yang berbahaya untuk kewartawanan yang baik, perbincangan terbuka terkait informasi-informasi penting, serta pertimbangan tentang hal-hal yang memberi dampak kepada setiap rakyat Malaysia.
Ia mengancam pertanyaan kritis terhadap dasar-dasar pemerintahan dan menafikan prinsip pertanggungjawaban.
Dalam konteks ini, ordinan darurat berita palsu membenarkan tindakan yang berat dikenakan terhadap pelaku tanpa proses undang-undang yang adil dan sewajarnya.
Ia juga menafikan perlindungan kepada "whistleblower" atau individu yang berbagi pandangan pribadi.
Mereka menyatakan merupakan hal penting untuk memberi fokus kepada bahayanya sesuatu undang-undang diberlakukan tanpa melalui proses sistem demokrasi.
Baca juga: Oposisi di Malaysia ajukan PK UU Darurat
Baca juga: Proklamasi darurat turut dibahas dalam rapat Majelis Presiden PR
Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Suharto
Copyright © ANTARA 2021