Yogyakarta (ANTARA) -- Deputi Pengkajian dan Materi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Adji Samekto mengungkapkan bahwa mengajarkan Pancasila sebaiknya bukan dengan cara cara dogmatik, tidak memaksakan, tidak seolah-olah ini bahan dari eksternal lalu di internalisasikan. Seolah menghapus apa yang menjadi aspirasi.


“Pancasila seharusnya diajarkan dengan cara yang mudah dipahami, sederhana dan rasional. Intinya ada pada objektifikasi atas isi atau substansi. Mengajak memahami kontruksi berpikir anak didik, sifatnya bukan menekan dari atas,” kata Adji Samekto saat membuka forum diskusi Penyusunan Bahan Ajar Pancasila bagi Pendidikan Formal di Yogyakarta, Jumat.


Selain Deputi Pengkajian dan Materi BPIP, Prof. Adji Samekto, hadir pada gelaran Forum Diskusi tersebut, Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Al-Makin, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah, Romo Benny Susetyo, Direktur Standarisasi Materi dan Metode Formal, Non Formal dan Informal, Toto Purbiyanto, Direktur Pengkajian Materi Dr. M, Sabri serta para akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang aktif di Pusat Studi Pancasila di wilayah Yogyakarta.


Adji Samekto berharap, bahan ajar Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP) untuk pendidikan tingkat Usia Dini sampai Perguruan Tinggi yang disusun nantinya juga tidak bersifat terlalu teoretik, namun benar benar mengarahkan pada ilustrasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan, meletakan Pancasila sebagai nilai yang hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


“Bicara Pancasila bukan bicara diranah kosong atau abu abu namun diranah konkrit, mengutamakaan contoh contoh riil, ranah nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam berbagai level dan tingkatan pendidikan,” ungkap Adji.


Sementara itu, Rektor Universitas Islam Yogyakarta, Prof. Al-Makin, juga menyampaikan hal yang sama. Ia menekankan pentingnya penyusunan buku bahan ajar Pancasila dapat mudah dipahami namun tidak dogmatis. Untuk itu perlunya menekankan prinsip prinsip sederhana, rasional dan berspektif lintas iman.


“Disamping sederhana dihindari cara cara yang bersifat dogmatis. Menerangkan Pancasila secara sederhana, rasional, tidak bersifat teoretik yang sifatnya menekan. Hindari sesuatu yang sifatnya ekstrim, doktriner dan dogmatis,” ujar Al-Makin.


Lanjut, harapannya penyusunan buku bahan ajar ini juga memperhatikan prinsip yang menjadi trade mark UIN Sunan Kalijaga yaitu prinsip perspektif interfaith dan inter religius. Perspektif interfaith ini perlu dikenalkan mulai dari pendidikan dasar. Mengenalkan iman lain dengan cara yang lebih baik itu sangat penting.


“Kita dorong para generasi muda kita untuk bersahabat dengan iman lain. Materi ini tolong ditekankan, agar mereka saling membuat persahabatan dengan temannya yang beragama lain. Maka bagaimana menyusun bahan ajar dengan prinsip interfaith, rasional namun juga sederhana, serta mudah dipahami, itu tantangan para penyusun,” pungkas Al-Makin.


Sementara itu Direktur Standarisasi Materi dan Metode Formal, Non Formal dan Informal BPIP, Toto Purbiyanto menyampaikan bahwa kegiatan diskusi penyusunan bahan ajar Pancasila ini telah melaksanakan protokol Covid 19 secara ketat. Sebelum acara dimulai, peserta wajib rapid test antigen Cov 19 dengan hasil negatif.


“Selama berkegiatan wajib melaksanakan protokol kesehatan, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak komunikasi," ujar Toto.


Toto juga menyampaikan apresiasi kepada para penyusun materi bahan ajar yang telah menyumbangkan tenaga dan pemikirannya.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2021