Jakarta (ANTARA) - Pelaku ekonomi mayoritas sudah sewajarnya mendapatkan peran penting dalam rantai pasok industri di suatu negara, sebagaimana di Indonesia ketika lebih dari 90 persen pelaku ekonominya adalah mereka yang bergerak pada koperasi dan UMKM.
Oleh karena itulah kemudian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mendorong peningkatan peran koperasi dan UKM dalam rantai pasok industri manufaktur baik yang menyasar pasar dalam negeri maupun ekspor.
Tak sekadar dorongan, ia pun menggandeng sejumlah pihak untuk bekerja sama mewujudkan peningkatan peran tersebut.
Teten salah satunya mendukung penuh kerja sama antara Institut Otomotif Indonesia (IOI), Pikko, APEK, dan Koperasi Industri Tanah Air (KITA) yang akan membangun beberapa kegiatan manufaktur pada berbagai sektor.
Masing-masing industri makanan dan minuman, industri agro (pertanian, peternakan, dan perkebunan), maritim (perikanan dan aquaculture), industri otomotif dan komponennya, serta industri alat-alat permesinan untuk pabrik, pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Melalui kolaborasi ini, ia sangat berharap akan dapat membantu kegiatan usaha yang terpadu melalui koperasi dan UKM yang terkait ke dalam sektor industri manufaktur di Indonesia agar dapat berdikari dan sejahtera.
Teten menambahkan, kerja sama-kerja sama serupa harus dilakukan sebagai bentuk percepatan pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi COVID-19. Secara jangka panjang, kolaborasi juga menjadi langkah strategis yang akan menjadi masukan untuk mengambil kebijakan yang tepat untuk mendorong pengembangan koperasi dan UKM ke depan.
Keberpihakan
Di lain pihak ketika sejumlah kebijakan diterapkan untuk mendukung keberpihakan kepada pelaku UMKM, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal justru kemudian terbit.
Dalam aturan baru itu, Pemerintah mengizinkan penanaman modal dari perusahaan besar untuk masuk ke bisnis-bisnis yang sebelumnya diperuntukan hanya untuk UMKM. Salah satunya yakni usaha kerupuk, keripik, peyek, emping, kecimpring, karak, gendar, opak, keripik paru, dan sejenisnya.
Sejatinya ini justru menjadi pedang bermata dua manakala Pemerintah sedang berusaha untuk meningkatkan peran koperasi dan UMKM dalam mata rantai pasok industri tetapi bidangnya malah dibuka untuk investor dan usaha besar.
Merespon dibukanya keran investasi industri besar untuk bermain di industri kerupuk, keripik, rempeyek dan sejenisnya itu, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, menilai sejatinya, investasi harus berpihak terhadap kepentingan ekonomi, sosial dan manfaat masyarakat.
Investasi seharusnya mempertimbangkan manfaat yang bisa diambil seperti penyerapan tenaga kerja, tumbuhnya ekonomi sektoral, daerah maupun pertumbuhan ekonomi nasional, pusat-pusat pertumbuhan baru. Investasi tak boleh mengganggu daya saing UMKM dan lainnya, manfaat yang selama ini dinikmati UMKM seharusnya bisa diteruskan.
Maka dari itu aturan pelonggaran dan atau pemberian izin investasi, semestinya dipikirkan dengan cermat dan matang.
Selain memberikan manfaat kepada pertumbuhan ekonomi, investasi juga jangan sampai mengganggu bisnis perdagangan UMKM lokal atau tradisional yang sudah ada.
Nasim menegaskan, dibukanya keran industri besar untuk bermain pada industri kerupuk, keripik, rempeyek, dan sejenisnya tentu akan berpotensi menimbulkan kerugian yang besar dan luas.
Untuk itu, ke depan perlu ada reviu ulang terhadap aturan tersebut bahkan jika perlu mencabutnya. Pasalnya, investasi di bidang itu dikhawatirkan malah akan menggerus dan mematikan gerak ekonomi pelaku UMKM di sektor usaha kerupuk, keripik, rempeyek, dan sejenisnya yang sudah ada sebelumnya.
Dampak negatif yang ditimbulkan ini bisa sangat berbahaya. UMKM hampir pasti tak mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar hingga kemudian terpaksa gulung tikar.
Itu akan diikuti dengan dampak lain berupa angka pengangguran yang akan semakin meningkat. Padahal sektor UMKM selama ini sangat banyak menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka kemiskinan.
Politisi PKB ini menilai, apabila negara ingin menumbuhkan produk UMKM, semestinya, negara harus melindungi dan berpihak kepada para pelaku UMKM.
UMKM Terkendala
Sampai sejauh ini para pelaku UMKM di tanah air menghadapi berbagai kendala klasik di antaranya masih belum banyaknya UMKM yang naik kelas, kesulitan akses pemasaran, permodalan, efisiensi biaya pengiriman, sulitnya memperoleh bahan baku, dan kalah saing dengan produsen besar.
Bahkan kadang-kadang, untuk masuk ke ritel atau supermarket besar, UMKM itu sudah diperlakukan layaknya industri besar dengan biaya yang tinggi.
Oleh karena itulah, Pemerintah dinilai harus benar-benar memikirkan aturan yang mendukung keberpihakan pada pelaku UMKM. Termasuk di antaranya memberikan persyarakatan khusus bagi pengusaha besar jika akan masuk ke bidang usaha yang selama ini ditekuni para pelaku UMKM.
Ini harus digarisbawahi dengan syarat-syarat tertentu, sebab apabila Pemerintah mengizinkan perusahaan besar masuk ke bisnis UMKM atau sejenisnya dampaknya akan sangat sistemik.
Syarat yang bisa diterapkan misalnya harus ada kerja sama dengan industri-industri kecil yang selama ini sudah berkecimpung di dunia produksi kerupuk, keripik, rempeyek, dan sejenisnya. Dengan masuknya perusahaan-perusahaan besar, maka diharapkan akan meningkatkan investasi dibidang tersebut.
Selama ini, keluhan para pelaku UMKM kerupuk, keripik dan peyek dan sejenisnya yakni mengalami kendala pemasaran ke rantai pasok peritel besar. Maka, dengan kerja sama antara industri besar dengan pelaku UMKM ini, diharapkan, para pengusaha besar bisa membantu mencarikan jalan keluar kesulitan para pelaku UMKM seperti memasarkan produknya ke supermarket- supermarket besar.
Dalam hal ini, UMKM juga akan memiliki keuntungan untuk dapat masuk ke perusahaan-perusahaan besar guna mendapatkan akses pemasaran, seperti memasukan kerupuk dan rempeyek untuk dijual di supermarket.
Untuk diketahui, pada Pasal 6 Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal diatur ketentuan bahwa dalam bidang usaha persyaratan tertentu, investasi dapat dilakukan oleh semua investor yang memenuhi persyaratan penanaman modal untuk PMDN tak hanya koperasi dan UMKM.
Kemudian, Dalam lampiran III Perpres tersebut, tertuang bahwa bidang usaha industri kerupuk, keripik, peyek, dan sejenisnya masuk daftar bidang usaha persyaratan tertentu, dengan syarat penanaman modal dalam negeri (PMDN) 100 persen. Tercantum pada Nomor 43, kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Nomor 10794 dengan syarat modal dalam negeri 100 persen.
Sementara itu, Dalam aturan Perpres yang lama Nomor 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Industri kerupuk, keripik, peyek dan sejenisnya hanya dikhususkan untuk pelaku usaha UMKM. Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam lampiran II Nomor 84 dengan kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Nomor 10794 dengan persyaratan “Dicadangkan Untuk UMKMK”.
Untuk itulah perlunya sebuah harmonisasi dalam suatu kebijakan agar keberpihakan kepada sektor penyerap tenaga kerja terbesar tetap terjaga sehingga kesejahteraan yang merata dapat diwujudkan.
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021