Solo (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota Surakarta, Jawa Tengah, telah menyiapkan tim khusus, yakni "Virtual Police" untuk melakukan pengawasan terhadap masyarakat pengguna media sosial (Medsos) agar terhindar pelanggaran Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di wilayah hukumnya.
"Virtual Police" juga bertugas memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak tidak melakukan pelanggaran UU ITE, kata Kepala Polresta Surakarta Kombes Pol Ade Safri Simanjutak, di Solo, Senin.
"Kami bakal bekerja sama dengan para ahli bahasa, hukum, dan ITE untuk konfirmasi semua postingan pengguna Medsos," kata Kapolres.
Baca juga: Polri kirim 21 peringatan Virtual Police ke akun medsos terkait SARA
Kapolres menyampaikan "Virtua Police" jika menemukan ada pengguna Medsos yang membuat postingan dan berpotensi melanggar UU ITE, maka mereka akan memberi peringatan melalui "direct message" (DM) agar menghapus postingannya.
"Jika sudah di DM dan pemilik akun Medsos itu, masih tetap tidak merespon dengan menghapus postingan, Tim Virtual Police akan memberikan pemberitahuan lagi, hingga postingan itu, dihapus. Langkah-langkah persuasif tetap akan kami kedepankan untuk ini," kata Kapolres.
Tim Virtual Police Polresta Surakarta tersebut yang merupakan tindak lanjut dari implementasi Program Prioritas Kapolri dan Instruksi Kapolri yang tertuang dalam Surat Edaran bernomor SE/2/11/2021 untuk memastikan penegakan hukum yang berkeadilan dengan cara mengedepankan edukasi dan langkah persuasif di dalam menangani perkara berkaitan dengan UU ITE.
Baca juga: DPR: kehadiran "virtual police" harus tetap perhatikan hak masyarakat
Dengan demikian, kata Kapolreta, ke depan diharapkan tidak ada lagi pihak yang merasa dikriminalisasi oleh kepolisian, dan yang terpenting akan terwujud ruang digital Indonesia yang tetap bersih, sehat, dan beretika serta produktif.
Penerapan restorative justice dalam menangani perkara yang berkaitan dengan UU ITE ini, kata Kapolres, memegang teguh prinsip bahwa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum atau ultimatum remidium dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.
Kapolres menjelaskan terhadap para pihak dan atau korban yang akan mengambil langkah damai akan menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang bersifat berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), SARA, radikalisme, dan separatisme.
Baca juga: Polri sebut Virtual Police upaya edukasi warganet unggah konten baik
Pewarta: Bambang Dwi Marwoto
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021