Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr. Eddy O.S. Hiariej menjelaskan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan seksual.
"Untuk menanggulangi kekerasan seksual di masa mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan menyegerakan pengesahan RUU PKS yang berorientasi pada korban," kata Wamenkumham Eddy O.S. Hiariej dalam webinar bertajuk Lindungi Perempuan dari Kekerasan "Dare to Speak Up" di Jakarta, Senin.
Menurut dia, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan paling serius. Hal itu lantaran perempuan dan anak adalah kelompok rentan yang seharusnya dilindungi tapi malah menjadi obyek kejahatan.
Baca juga: KSP menginisiasi pembentukan Gugus Tugas RUU PKS
Eddy menyebut hingga saat ini tercatat ada lebih dari 4.000 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Indonesia.
"Ironinya hanya sedikit kasus yang dapat dilakukan total enforcement," paparnya.
Dia mengatakan ada tiga faktor lemahnya penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, yakni penyalahan korban.
Kedua, korban kekerasan seksual sulit memproses kasusnya sehingga korban diarahkan untuk tidak meneruskan perkaranya ke pengadilan. Ketiga, korban yang rentan dijadikan tersangka.
"Blaming the victim, berdasarkan gender stereotype, jadi pasti korban yang disalahkan. Sebagai perempuan, dia jadi korban dan dikorbankan," katanya.
Baca juga: Anggota DPR: RUU PKS spesifik atur perlindungan warga negara
Eddy mengatakan kasus Baiq Nuril merupakan contoh kasus kekerasan terhadap perempuan yang berujung pada penetapan tersangka terhadap korban.
"Kasus Baiq Nuril contoh konkret yang berupaya mengungkap kasusnya tapi justru dijadikan tersangka dalam kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan UU ITE," paparnya.
Pihaknya berharap peraturan dalam RUU PKS ini dapat lebih komprehensif dengan tidak hanya menghukum pelaku tapi juga menjabarkan upaya pemulihan terhadap korban termasuk pendampingan secara psikologis.
Baca juga: Anggota DPR: RUU PKS harus merujuk Pancasila-UUD 1945
Baca juga: RUU penghapusan kekerasan seksual kebutuhan mendesak
Baca juga: Ketua MPR dukung pengesahan RUU PKS
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021