DP nol bermasalah dan sulit direalisasikan
Jakarta (ANTARA) - Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta menyebut sejak awal program rumah DP Rp0 yang diluncurkan Gubernur Anies Baswedan bermasalah sehingga tak mengejutkan jika saat ini malah tersangkut masalah hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Dari awal memang DP nol bermasalah dan sulit direalisasikan," ujar Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, Gembong mengatakan anggota dewan di Kebon Sirih akan mempercayai semua proses hukum dugaan korupsi penaikan harga (mark up) pembelian lahan rumah tanpa DP yang melibatkan Direktur Utama (Dirut) Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan.
"Kan sekarang dalam proses hukum (Yoory), ya kami serahkan dalam proses hukumnya," tutur anggota Komisi A DPRD DKI itu.
Gembong menerangkan PDIP sejak awal menyatakan kalau Program DP 0 Rupiah ini bakal sulit direalisasikan di lahan Ibu Kota Jakarta karena dalam proyek itu banyak segudang aturan yang harus dilaksanakan Pemda DKI.
"DP nol ini bukan kebijakan tunggal. Bukan kebijakan gubernur saja tapi ada yang lain. Perbankan misalnya. Sekarang persoalan itu nyerempet ke persoalan hukum atas pembelian lahannya, ya kami patuh dan taat proses hukum saja," tuturnya.
Kalau sudah tersandung hukum dengan KPK, ucap Gembong, Gubernur Anies juga wajib melakukan evaluasi secara menyeluruh karena program itu tak mudah dihentikan, lantaran masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang harus dikerjakan.
"Kalau ada kasus ini, pasti DKI melakukan evaluasi secara detail. Apa yang menjadi masalah. Ini menjadi bahan evaluasi mendalam DP nol," ucap dia.
Gembong juga mengatakan ada kemungkinan Legislator DKI melayangkan panggilan terhadap Pemprov DKI termasuk Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
"Itu untuk memaksimalkan fungsi pengawasan. Itu hal biasa seperti rapat kerja, mengawasi khususnya program DP nol rupiah itu," tuturnya.
Sebelumnya, KPK tengah melakukan penyidikan perkara dugaan korupsi pembelian tanah di beberapa lokasi, untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta.
Baca juga: Anies copot Yoory Pinontoan dari kursi Dirut Pembangunan Sarana Jaya
Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga ada penggelembungan, salah satunya adalah pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, pada 2019.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, penyidik lembaga anti rasuah itu telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka.
Mereka antara lain, Yoory Corneles (YC) selaku Dirut Sarana Jaya, Anja Runtuwene (AR) dan Tommy Adrian (TA).
Selain itu, penyidik juga menetapkan PT. AP (Adonara Propertindo) selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp100 miliar.
Indikasi kerugian negara sebesar Rp100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp217.989.200.000. Sementara dari total 9 kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp1 triliun.
Baca juga: BP BUMD: Yoory belum dipecat dari Dirut Sarana Jaya
Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 ayat(1) ke-1 KUHP.
Terkait sengkarut kasus penggelembungan pembelian tanah ini, penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di rumah YC dan kantor pusat PSJ. Penggeledahan dilakukan pada Rabu (3/3) lalu.
Saat ini, Yoory C Pinontoan dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Dirut Sarana Jaya, kemudian Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra Sukmono Arharrys ditunjuk sebagai Pelaksana tugas (plt) Perumda Pembangunan Sarana Jaya paling lama tiga bulan terhitung sejak ditetapkannya Keputusan Gubernur, dengan opsi dapat diperpanjang.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2021