Jakarta (ANTARA) - Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret identik dengan peringatan perjuangan perempuan yang menuntut kesetaraan gender dan pencapaian perempuan. Dua perempuan tangguh bernama Fatma Janna dan Jessica Cecilia Budianto berusaha meraih mimpi mereka di dunia teknologi.
Fatma Janna yang lahir di Serang 29 tahun lalu adalah seorang lulusan Master of Petroleum Engineering, University of New South Wales di Sydney, tapi gelar itu tak menghalanginya untuk belajar dunia yang ia cintai yaitu teknologi.
Ia memutuskan beralih ke bidang yang berbeda dari yang ia pelajari di bangku kuliah karena melihat besarnya peluang untuk berkembang hingga akhirnya sejak April 2019 ia bekerja sebagai software engineer di Alterra, layanan tagihan & pembayaran digital.
Baca juga: Gojek tingkatkan fasilitas keamanan untuk perempuan
Baca juga: Menteri PPPA: Perempuan harus berdaya dan tak terjebak pikiran 'kolot'
Keinginannya belajar machine learning dan artificial intelligence berangkat dari kemauan mengetahui dan memahami pengaplikasian kedua teknologi ini. Kemudian dia mendapat informasi dan memutuskan untuk mendaftar program Bangkit angkatan 2020. Dari hampir 2.500 pelamar, terpilih 300 peserta berkualitas dan bermotivasi tinggi dari seluruh Indonesia yang diundang untuk bergabung dengan Bangkit, salah satunya adalah Fatma.
Setelah bergabung dengan Bangkit ia pun mengetahui bahwa machine learning dan artificial intelligence sudah sangat banyak digunakan di berbagai sektor dari bidang pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan dan banyak lainnya.
Bangkit juga menjadi wadah untuk meningkatkan soft skills. Fatma menyebutkan salah satu pelajaran yang paling menarik baginya adalah rapid learning, yaitu metode agar bisa belajar dengan cepat, efisien, dan optimal. Selain itu sebagai peserta perempuan, baginya pengalaman yang paling berkesan adalah pembelajaran “I am Remarkable”. Ia menyadari bahwa di luar sana kendala yang sering dialami perempuan adalah kepercayaan diri dan keinginan untuk menunjukkan potensi aslinya.
“Dari I am Remarkable, saya belajar bahwa sangat penting bagi kita sebagai perempuan untuk memiliki kepercayaan diri dan menyadari potensi dan kemampuan yang dimiliki. Saya belajar bahwa perempuan, dan masing-masing dari kita juga punya banyak potensi yang bisa digali dan disyukuri. Selanjutnya tinggal bagaimana kita merubah pola pikir dan cara pandang terhadap diri kita sendiri, untuk lebih menghargai diri dan memberikan peluang untuk kita menjadi lebih berani, misal dalam hal berpendapat, berargumentasi, diskusi dan juga berkontribusi dan kreasi,” papar Fatma dalam siaran resmi, Sabtu.
Fatma juga merupakan salah satu peserta pada tim dengan proyek terbaik di Bangkit. Fatma dan timnya membuat Garbage Image Classification, sebuah proyek yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan sampah yang ada di Indonesia.
“Setelah menjadi peserta program Bangkit, saya mendapatkan hal-hal yang jauh lebih baik dan bermanfaat dari apa yang saya harapkan. Karena tidak hanya belajar tentang machine learning, saya juga belajar banyak soft skills seperti keahlian komunikasi, kolaborasi, presentasi, hingga time management," ujar dia.
Menurut Fatma, pelajaran soft skills menginspirasi untuk bekerja lebih baik ketika di Alterra, berkontribusi lebih baik dengan kolaborasi dan mengelola waktu lebih baik.
"Terbukti, di akhir semester 2 tahun 2020 di Alterra, saya mendapatkan gelar 'runner' berdasarkan performa kerja yang dinilai di atas rata-rata, sehingga bisa mendapatkan reward atau bonus dari kantor dan juga kenaikan gaji."
Dia juga terinspirasi untuk bisa lebih banyak berkarya dan berkontribusi dalam pengembangan ekosistem teknologi di Indonesia. Awal Maret lalu, dia bekerja sebagai backend engineer di Quinyx, perusahaan yang berfokus pada sistem manajemen tenaga kerja berbasis AI.
Fatma berpesan bagi perempuan yang memiliki ketertarikan di bidang teknologi, baik itu software engineering, machine learning, hingga data science. Ia menyarankan untuk segera memulai dan mencoba mengeksplorasi bidang ini.
Baca juga: Digitalisasi buka peluang berkarya dan semakin inklusif
Baca juga: Komnas Perempuan catat 299.911 kekerasan perempuan kurun 2020
Bukan karena kita perempuan jadi merasa kurang mampu dan minder, tetapi justru karena kita perempuan, kita perlu tunjukkan bahwa kita juga mampu untuk bisa belajar dan terus berkembang menjadi lebih baik," katanya.
Dia berpendapat, industri teknologi juga membutuhkan banyak women engineers/specialists, karena setiap orang memiliki peranan yang tidak kalah penting. Hal ini bisa dimulai dari belajar otodidak secara daring, mengikuti coding bootcamp atau webinar, hingga bergabung dengan komunitas.
Bagi Jessica Cecilia Budianto, bergabung di Bangkit 2020 merupakan kesempatan emas untuk membangun jejaring, bertemu dan belajar langsung dari para pakar dari Google, Tokopedia, Gojek, Traveloka, dan perusahaan berskala internasional lainnya, hingga berkesempatan mengikuti program pelatihan eksklusif machine learning secara gratis padahal umumnya berbayar.
Tidak hanya itu, soft skill-nya juga turut berkembang setelah mengikuti program Bangkit 2020. Salah satu sesi yang paling menarik adalah “Professional Communications” yaitu sesi berkomunikasi berdasarkan temperamen. Di sini peserta belajar mengenali temperamen diri sendiri dan bagaimana menghadapi orang dengan temperamen berbeda.
Selain itu, ada pula sesi “Rapid Learning” yang disampaikan secara menarik dan interaktif oleh salah satu fasilitator Bangkit, Anson Ben. Jessica juga mengikuti sesi lanjutannya untuk belajar bagaimana mempertahankan minat dalam mempelajari sesuatu dan berkesempatan mengikuti diskusi tambahan bersama peserta Bangkit lainnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana dari Program Studi Informatika, Institut Teknologi Harapan Bangsa pada November 2020, perempuan berusia 21 tahun ini memulai kariernya di Tokopedia sebagai Software Engineer sejak Desember 2020. Menurutnya, pengalaman mengikuti program Bangkit 2020 berkontribusi dalam pencapaian karirnya.
“Di program ini saya juga belajar membuat curriculum vitae yang benar dan menghadapi wawancara. Saya belajar bahwa yang paling dinilai oleh tim rekrutmen saat wawancara bukan sekadar prestasi seseorang, tetapi juga kepribadian, motivasi, hingga sikap dalam menghadapi masalah. Tentunya, sertifikasi yang saya peroleh dari Bangkit meningkatkan kualifikasi saya untuk bekerja di bidang data dan pengetahuan yang saya miliki juga akan sangat memudahkan jika saya harus bekerja dengan tim data,” jelasnya.
Dari semua lulusan Bangkit 2020, 26 persen di antaranya merupakan perempuan dan Jessica adalah salah satunya. Ia sangat terkesan sekaligus bangga melihat banyak perempuan yang mengikuti program ini dan senang melihat Google secara tidak langsung mendorong perempuan untuk belajar dan bekerja di bidang teknologi informasi. Masih banyak perempuan yang berpikir pekerjaan di bidang ini berarti menulis kode dan membuat program, padahal banyak juga dibutuhkan kemampuan bisnis, statistika, desain, dan lainnya. Apalagi sekarang pendekatan teknologi informasi sudah ada di berbagai bidang.
“Bagi teman-teman sesama perempuan di luar sana, kalau kalian masih bingung memilih program studi yang sesuai dengan minat saat kuliah atau berminat mengembangkan karir ke bidang lain, ayo mencari informasi terkait posisi dan kualifikasi apa saja yang dibutuhkan di bidang tersebut,” pesannya.
Jessica juga menyampaikan untuk jangan cepat puas karena perkembangan teknologi begitu cepat dan suatu teknologi bisa dengan cepat tergantikan teknologi lainnya. “Jangan pernah berhenti belajar. Saya sempat merasa cukup ketika mengikuti program Google Developers Kejar 2018, tetapi ternyata saat ini Kotlin dan Dart sudah lebih populer dibanding Native Java," tutur Jessica. "Just make it happen!"
Baca juga: Ini pesan inspiratif dari tiga "perempuan keren" Indonesia
Baca juga: Uni Eropa umumkan pemenang EU Social DigiThon 2021
Baca juga: Komnas Perempuan: Jakarta daerah paling tinggi kekerasan perempuan
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021