Kami ingin berkontribusi, tetapi dengan cara apa?
Tanjungpinang (ANTARA) - Setahun COVID-19 melanda Provinsi Kepulauan Riau telah menyisakan kisah dari berbagai peristiwa yang melanda warga.
Sejumlah orang di Tanjungpinang dan Bintan mulai merasa khawatir ketika jumlah pasien COVID-19 terus bertambah di daerah tersebut, meski tidak dalam jumlah yang banyak dibanding daerah lainnya di Jakarta dan Pulau Jawa.
Kekhawatiran mereka memuncak ketika Wali Kota Tanjungpinang Syahrul meninggal dunia karena COVID-19 pada 28 April 2020 setelah berupaya melawan penyakit itu selama sekitar sebulan di Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib (RSUP Kepri).
Kepanikan warga tidak hanya menghentikan aktivitas di luar rumah, melainkan juga mereka sudah mulai mencari lahan di kawasan yang jauh dari keramaian. Warga yang panik ini bukan berasal dari keluarga sederhana, melainkan memiliki sejumlah usaha di Kepri.
Mereka berniat membangun rumah di kawasan yang jauh dari pemukiman warga, dan menebar benih ikan di kolam-kolam sekitarnya.
Di antara mereka juga menyiapkan alternatif lain seperti tinggal di bangunan bekas kandang ayam, yang akan direnovasi sedikit seandainya itu dibutuhkan.
Kepanikan itu muncul setelah banyak karyawan yang diberhentikan dan dirumahkan, terjadi penurunan pertumbuhan perekonomian, dan sejumlah bahan pokok mulai langka. Kemiskinan yang disebabkan pandemi COVID-19 menyebabkan daya beli menurun, sementara kebutuhan masyarakat setiap hari harus terpenuhi.
Ketakutan warga terjadi kelangkaan sembako menyebabkan panic buying. Sementara di sisi lain, ada warga yang tidak dapat membeli barang kebutuhan pokok karena tidak memperoleh pendapatan.
"Ya, waktu itu memang pemikiran kami sudah sangat jauh. Kami khawatir terjadi kerusuhan dan perampokan. Mungkin orang kaya juga melakukan perampokan, namun bukan uang yang dicari, melainkan makanan," kata Joni, seorang pelaku usaha di wilayah Tanjungpinang.
Joni setiap hari berdiskusi dengan teman-temannya. Mereka juga mengikuti perkembangan informasi terkait pandemi COVID-19 yang bertebaran di media massa, yang akhirnya menghentikan niat untuk membangun rumah di tengah hutan dan di tengah laut.
"Kami di antara rasa takut dan ingin melawan. Kami ingin berkontribusi, tetapi dengan cara apa? Virus ini seperti hantu, yang membuat keluarga kami panik," ucapnya, yang juga berprofesi sebagai developer.
Joni bersama rekan-rekannya juga hampir setiap hari berdiskusi dengan sejumlah wartawan, dosen dan pengurus Gugus Tugas Penanganan COVID-19. Akhirnya, mereka membuat kesepakatan untuk mengubah membantu pemerintah dalam menangani COVID-19.
Mereka sepakat membentuk Relawan COVID-19 di Tanjungpinang dan Bintan. Relawan ini setiap hari menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyaralat baik secara langsung maupun melalui media massa. Relawan ini pun menyemprot disinfektan ke rumah ibadah, dan pasar.
Para relawan yang berjumlah belasan orang itu juga setiap hari menyemprot disinfektan, dan membangun wadah air bersih di lokasi keramaian seperti pelabuhan dan swalayan.
Selain mengumpulkan dana pribadi, mereka juga berhasil memperoleh bantuan beras, alat pelindung diri dan obat-obatan dari berbagai pihak. Ratusan warga kurang mampu mendapatkan beras tersebut.
"Kami serahkan bantuan obat-obatan, disinfektan dan alat pelindung diri kepada pihak rumah sakit," kata Aji Nugraha, salah seorang relawan, yang juga berprofesi sebagai wartawan.
Kegiatan Relawan COVID-19 mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha dan pemerintah. Namun aksi relawan hanya berlangsung hingga akhir Juli 2020 karena mereka kecewa dengan sikap Isdianto sehari setelah dilantik sebagai Gubernur Kepri. Isdianto dan anak buahnya, serta tokoh masyarakat melanggar protokol kesehatan saat merayakan pelantikan Isdianto sebagai Gubernur Kepri.
Baca juga: Setahun COVID-19, Libur panjang berimplikasi pada peningkatan kematian
Baca juga: Setahun Covid-19, Kemenkes optimalkan 'tracing' lewat peran puskesmas
Penduduk miskin
Pembatasan sosial menyebabkan aktivitas perekonomian di Kepri terganggu. Jumlah penduduk miskin pun meningkat.
Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau (BPS Kepri) mencatat jumlah penduduk miskin atau penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan pada masa pandemi COVID-19 bertambah 10.645 orang atau 0,21 persen.
Jumlah penduduk miskin sebelum pandemi COVID-19 (Maret 2020) tercatat 131.966 orang atau 5,92 persen.
"Maret-September 2020, jumlah penduduk miskin Kepri menjadi 6,13 persen atau bertambah sebanyak 10.645 orang," ungkap Agus.
Penduduk miskin di kawasan perkotaan pada Maret 2020 sebesar 5,42 persen. Kemudian naik menjadi 5,69 persen pada September 2020.
Selama periode Maret 2020-September 2020, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik dari 108.859 orang pada Maret 2020 menjadi 121.823 orang pada September 2020. Sedangkan di perdesaan mengalami penurunan dari 23.107 orang pada Maret 2020 menjadi 20.788 orang pada September 2020.
Dalam persoalan lain, pemerintah juga mengambil berbagai kebijakan untuk mencegah penularan COVID-19, termasuk seruan untuk beribadah di rumah. Pemprov Kepri, pemerintah kabupaten dan kota di wilayah itu melayangkan surat agar seluruh masyarakat berada di rumah.
Pembatasan beribadah di masjid, gereja, dan vihara hanya berlangsung beberapa bulan. Kemudian pemerintah memperbolehkan warga beribadah di rumah ibadah, namun harus menaati protokol kesehatan.
Hingga Agustus 2020, seluruh rumah ibadah seperti masjid tidak menggunakan karpet, dan disediakan sabun untuk mencuci tangan. Selain itu, di dalam masjid juga diatur jarak satu meter.
Sementara setelah itu, sebagian masjid tidak mematuhi protokol kesehatan, namun masjid lainnya tetap konsisten menjaga jarak.
"Kami berharap seluruh anggota masyarakat mematuhi protokol kesehatan karena COVID-19 masih ada. Mari bersama-sama kita taati agar Kepri aman dari COVID-19," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Kepri Tjetjep Yudiana.
Ketua Harian Satgas Penanganan COVID-19 Kepri Tengku Said Arif Fadillah mengatakan masyarakat harus tetap aktivitas sehingga roda perekonomian tetap berjalan normal. Aktivitas perekonomian di Kepri perlahan-lahan mulai membaik, terutama saat memasuki tahun 2021 hingga sekarang.
"Namun aktivitas sosial dan perekonomian harus tetap mematuhi protokol kesehatan," ucapnya.
Pandemi COVID-19 menurunkan produktivitas masyarakat setelah diberlakukan pembatasan sosial. Pemerintah pun mulai melonggarkan kebijakan itu untuk meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat.
Kebijakan itu dikenal dengan istilah adaptasi kebiasaan baru, yakni perilaku atau kebiasaan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa namun dengan selalu menerapkan protokol kesehatan di tengah pandemi COVID-19. Adaptasi kebiasaan baru mengajarkan masyarakat untuk bisa hidup “berdampingan” dengan virus yang telah menelan ratusan nyawa warga Kepri selama setahun terakhir.
Baca juga: Pakar ekonomi ungkap pembelajaran dari setahun pandemi COVID-19
Baca juga: Setahun pandemi, misi paramedis capai kekebalan pandemi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021