Banjarmasin (ANTARA) - Pegiat konservasi keanekaragaman hayati dari Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) kini berjuang melawan ancaman kepunahan tanaman anggrek spesies Meratus di Kalimantan Selatan.

Salah satu pegiatnya, Ferry F. Hoesain mengatakan dalam melestarikan anggrek spesies Meratus tidaklah mudah. Ia harus berpacu dengan waktu, karena masifnya kerusakan hutan akibat alih fungsi lahan.

"Kerusakan hutan berbanding lurus dengan kepunahan anggrek di alam," kata dia di Banjarmasin, Sabtu.

Meratus merupakan kawasan pegunungan yang berada di tenggara Pulau Kalimantan serta membelah Provinsi Kalimantan Selatan menjadi dua. Pegunungan ini membentang di delapan kabupaten dari arah barat daya ke timur laut dan membelok ke arah utara hingga perbatasan provinsi Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Baca juga: Taman Biodiversitas kembalikan anggrek alam spesies meratus

Baca juga: Walhi dukung perlindungan menyeluruh kawasan Meratus di Kalsel

Ferry memulai perjuangannya menjaga kelestarian anggrek alam yang banyak tumbuh di kawasan hutan hujan tropis pegunungan Meratus sejak tahun 1995.

Dia membangun penangkaran anggrek alam yang diberi nama “Taman Anggrek Meratus" di kediamannya yang disulap menjadi hutan kecil.

Kemudian pada tahun 2010, Ferry bersama Muhammad Jumani seorang peneliti anggrek spesies Meratus mendirikan Perkumpulan Pecinta Anggrek Spesies Indonesia di Kalimantan Selatan dengan nama Indonesian Notive Orchid Society (INOS) yang merupakan cabang dari INOS pusat pimpinan Endah Malahayati.

Ferry juga mendirikan DPD Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI) Kalsel bersama Yulianto, Rusmin Ardaliwa dan Ratnaningsih serta sejumlah pecinta anggrek di Bumi Lambung Mangkurat.

Pada 12 Maret 2010, dia bersama Ir. Darori, waktu itu Direktur Jendral KSDAE Kementerian LHK didampingi Kepala Balai KSDAE Kalsel, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel beserta jajarannya mencanangkan Gerakan Cinta Anggrek Indonesia dengan ditandai penanaman anggrek spesies hutan Meratus oleh Ir. Darori di kawasan Taman Hutan Raya Sultan Adam di Mandiangin, Kabupaten Banjar.

Ferry F. Hoesain berada Taman Biodiversitas Indonesia di Lembah Bukit Manjai, Mandiangin Timur, Kabupaten Banjar. (ANTARA/Biodiversitas Indonesia)

Setelah sepuluh tahun yaitu di 2020, baru Ferry bisa mendirikan Taman Biodiversitas Indonesia di Lembah Bukit Manjai, Mandiangin Timur, Kabupaten Banjar.

Di kawasan ini koleksi anggrek alam tersebut dikembalikan ke habitatnya. Ada beberapa anggrek spesies langka yang mulai ditanam secara alami seperti anggrek raksasa, anggrek bulan pleihari dan anggrek lainnya yang khas anggrek Meratus.

Ferry yang juga pendiri sekaligus Pembina Yayasan Anggrek Meratus Indonesia (YAMI) mengatakan penanaman kembali anggrek alam dapat diartikan upaya menyelamatkan kekayaan plasma nuftah hutan hujan tropis Kalimantan yang tak ternilai harganya.

“Indonesia memiliki keragaman anggrek terbesar di dunia. Bisa jadi masih banyak lagi jenis anggrek alam yang punah sebelum sempat teridentifikasi akibat masifnya alih fungsi lahan dalam dua dekade terakhir," tutur penulis buku "Pesona Anggrek Meratus" itu.

Ferry berharap di Taman Biodiversitas sekarang, anggrek alam nantinya dapat tumbuh dan terjaga dengan baik serta menjadi wadah edukasi dan riset ragam kekayaan anggrek Meratus yang cantik dan eksotik dengan bunganya beraneka bentuk dan warna.*

Baca juga: Pemprov Kalsel kembangkan hutan wisata tingkatkan kesejahteraan warga

Baca juga: Karhutla mulai marak di Pegunungan Meratus

Pewarta: Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021