Jenewa (ANTARA) - Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (KT HAM PBB) Michelle Bachelet meminta pasukan keamanan Myanmar untuk menghentikan "tindakan keras mereka terhadap para pengunjuk rasa damai".
"Militer Myanmar harus berhenti membunuh dan memenjarakan para pengunjuk rasa," kata Bachelet, Kamis. Ia mengutuk penggunaan peluru tajam terhadap pengunjuk rasa damai di seluruh negeri, tempat ratusan orang terluka.
Ia juga mendesak militer Myanmar untuk membebaskan orang-orang yang ditahan secara tidak sah sejak kudeta 1 Februari 2021.
Bachelet mengatakan bahwa lebih dari 1.700 orang telah ditahan secara sewenang-wenang dan penangkapan terus meningkat. Mereka termasuk 29 jurnalis yang ditangkap dalam beberapa hari terakhir, beberapa dituduh menghasut untuk menentang atau menghadiri pertemuan yang melanggar hukum.
Sedikitnya 54 orang tewas oleh polisi dan tentara Myanmar sejak kudeta, tetapi jumlah kematian sebenarnya bisa jauh lebih tinggi, kata Bachelet dalam pernyataan. Ia menyebut angka tersebut, yang telah diverifikasi oleh kantornya.
Tentara dan polisi dilaporkan melakukan penggeledahan dari pintu ke pintu dan menangkapi orang-orang, beberapa di antaranya menghilang ke dalam tahanan tanpa keluarga mereka diberi tahu tentang keberadaan mereka, kata Bachelet. Praktik seperti itu dikenal sebagai penghilangan paksa.
Bachelet mendesak para pejabat Myanmar yang telah bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil untuk mendukung upaya meminta pertanggungjawaban para pemimpin militer atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius, melalui penyelidikan dan proses PBB di Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Sumber: Reuters
Baca juga: Tentara Myanmar gunakan TikTok untuk ancam pengunjuk rasa
Baca juga: Tolak perintah junta, tiga polisi Myanmar cari perlindungan ke India
Baca juga: AS desak Myanmar bebaskan wartawan yang ditangkap saat meliput
Baca juga: Perusahaan Jepang dipantau terkait dengan bisnis militer Myanmar
RI minta Myanmar hormati dan patuhi Piagam ASEAN
Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021