"Regulasi sudah sangat jelas bahwa penggunaan produk-produk dalam negeri wajib hukumnya selama mampu diproduksi di dalam negeri dan juga harganya tidak melebihi batas nilai tertentu," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam diskusi daring yang dipantau dari Jakarta, Selasa.
Saat ini teknologi pertambangan nasional masih sangat bergantung pada produk impor yang menjadikan realisasi TKDN di sektor tambang terhitung rendah.
Data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM sepanjang 2020, pemenuhan TKDN baru mencapai 35,85 persen dari total aktivitas pertambangan dan pengolahan mineral.
Pemerintah merangkul sejumlah produsen lokal seperti PT Pindad, PT KAI, dan PT Refindo Inti Selaras Indonesia untuk memproduksi alat-alat pertambangan guna menekan ketergantungan perusahaan-perusahaan tambang terhadap produk impor.
Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral saat ini sedang mengembangkan aplikasi katalog digital untuk pemasaran produk dalam negeri sektor pertambangan.
Aplikasi yang diberi nama Minepedia itu akan memudahkan para stakeholder dalam mencari referensi barang-barang tambang produksi lokal karena terlampir nama produsen, spesifikasi produk, dan kisaran harga produk pertambangan.
Kementerian ESDM mengupayakan nilai TKDN sektor minerba bisa meningkat 2 persen setiap tahun agar memberikan manfaat bagi pemerintah, pelaku usaha pertambangan, produsen penunjang sektor pertambangan, dan masyarakat.
"Nanti kami akan membuat kebijakan barang-barang yang tersedia di Minepedia wajib digunakan oleh perusahaan-perusahaan tambang. Kalau tidak, kami akan melakukan pengaturan dari sisi pemerintahan," kata Ridwan Djamaluddin.
Kewajiban TKDN diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 106 bahwa pemegang IUP dan IUPK wajib mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang, dan jasa dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021