Jakarta (ANTARA) - Adrian Adioetomo, yang dikenal sebagai perintis kebangkitan skena blues dan pionir Delta Blues Indonesia, merilis album ketiganya baru-baru ini, yang direkamnya sendiri lewat labelnya MySeeds, bekerjasama dengan Demajors Record.

Album tanpa judul yang hanya menyertakan kutipan “Violent Love, Gentle Kill" ini juga menampilkan musisi-musisi tamu, seperti Fajri Navarry pada blues harp (harmonica), Amrus Ramadhan pada pedal steel, Bonny Sidharta pada bass, Samantha Lee Martin pada banjo dan backup vocal.

"Secara musik, album ini adalah peron alternatif untuk bereksplorasi, pergi merantau dari ranah Delta-Blues tradisionil. Secara tema, ia merupakan sebuah dramatisasi esai-visual--impresi fatal dari masalah kuno cinta dan kehidupan," kata Adrian dalam pernyataan pers, dikutip Selasa.

Baca juga: Trie Utami dan Tompi kolaborasi lewat "Kamu"

Pandemi COVID-19 yang terus berjalan telah menangguhkan rencana-rencana show Adrian, namun juga telah memberinya banyak waktu untuk untuk me-mix album dan membuat videonya sendiri.

Alhasil ia dapat menentukan estetikanya sendiri sehingga pendengar dapat mengecap apa yang ia maksud dengan potret blues Indonesia dalam lukisan gelap sisi ‘Western’ Amerika.

"Pandemi ini telah berjalan cukup lama. Saya yakin ini telah dapat membuat orang berkontemplasi akan dirinya sendiri. Tak terkecuali saya," tuturnya. “Sementara untuk musiknya sendiri, blues harus berevolusi agar tetap relevan. Terutama untuk kelangsungannya di masa depan. Jadi saya rasa album ini adalah sedikit kontribusi saya untuk maksud itu.”

Album Adrian yang mulai dipasarkan 28 Februari yang lalu itu berisikan 14 lagu yang menyiratkan kesan seorang pengelana asing, sosok tersendiri mencari jalan menuju cakrawala tak terjelajahi.

Kedalaman dan misterinya hanya tersentuh oleh kemampuan berlirik dan penggerak permainan gitar slide Adrian yang terus bekerja. “Burning Blood, Cold Cold Ground” adalah lagu pembuka album ini dan single pertama yang baru rilis.

Baca juga: Fariz RM rilis mini "Kotak Musik Project: The Symphony of Fariz RM"

“Underneath The Ground” adalah apa yang didapat bila groove yang diinspirasi oleh Barry White dimainkan dengan alat musik pedal steel dan gitar resonator. Sementara lirik yang hiperbola tentang pertautan-rahasia ini mencerminkan idiom khas dari musik blues.

“La Pistolera” memelintir sebuah lagu country standar dengan fatalitas modern. Umpan elmaut dan gairah kehancuran berperan menjadi kekeroposan rock-and-roll yang kemudian dicekoki ke dalam aransemen musik yang nyaris kolot.

Dalam album ini, Adrian yang meraih Anugrah Musik Indonesia Award pada 2017 untuk lagu "Tanah Ilusi", menemukan cara baru untuk tetap berpijak pada kenyataan sembari membiarkan perasaan-perasaan tak terucap untuk bergulir jauh, seperti gulma kering di gurun Mojave.


Baca juga: Fariz RM, Deddy Dhukun, Mus Mujiono, dan Tony Wenas rilis lagu religi

Baca juga: Adrian Adioetomo bicara cemburu di "Burning Blood, Cold Cold Ground"

Baca juga: Endah N Rhesa, Balawan meriahkan Bali Blues Festival

Pewarta: Suryanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021