diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan

Jakarta (ANTARA) - ​​​​​​Pandemi COVID-19 bagaikan pecut di siang bolong bagi dunia riset Indonesia. Semula setengah tertidur, kini bangsa Indonesia berlari kencang di arena pertandingan melawan COVID-19 dan pengaruh buruknya yang drastis terhadap perekonomian dan kehidupan bangsa dan masyarakat.

Kondisi yang "memaksa" tersebut membuat kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan teknologi kian bergelora di Tanah Air.

Dengan kemunculan kasus pertama COVID-19 pada 2 Maret 2020 di Indonesia, ternyata dalam waktu yang relatif singkat yakni kurang dari setahun, lebih dari 61 produk riset dan inovasi berhasil diciptakan untuk penanggulangan COVID-19.

Pengembangan produk riset tersebut dikomandoi oleh Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi pada Maret 2020. Konsorsium itu merupakan perwujudan triple helix antara pemerintah, peneliti dan industri.

Itu sebabnya pandemi COVID-19 menjadi momentum bagi kebangkitan inovasi Indonesia.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang PS Brodjonegoro dalam suatu seminar virtual, Jakarta, mengatakan inovasi diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia tidak hanya selama pandemi tapi juga untuk kebutuhan jangka panjang.

Produk riset dan inovasi akan mendukung percepatan penanggulangan pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia melalui 4T (Testing, Tracing, Tracking dan Treatment) baik dalam bidang pencegahan, skrining dan diagnosis, obat dan terapi, kajian sosial dan humaniora, maupun alat kesehatan dan pendukung.

Baca juga: Sudah ada 60 produksi dibuat Konsorsium Riset Inovasi COVID-19

Skrining​​​​​​​

Riset dan inovasi di bidang skrining atau penapisan COVID-19 sangat dibutuhkan untuk menghasilkan alat yang bisa mendeteksi COVID-19 dengan cepat. Dengan demikian intervensi kesehatan dapat dilakukan sedini mungkin untuk menekan perluasan angka kasus di Tanah Air.

Untuk deteksi cepat COVID-19, para peneliti dan perekayasa menghasilkan sejumlah alat antara lain alat tes cepat (rapid test) berbasis antibodi, PCR test kit, CePAD untuk alat tes cepat COVID-19 berbasis antigen, rapid test RI-GHA, GeNose C19 dan Floked Swab.

Salah satu karya Indonesia yang menarik yakni GeNose C19, sebagai alat penapisan COVID-19 berbasis embusan nafas pertama di dunia.

GeNose C19 yang dikembangkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan hasil pemeriksaan yang tergolong cepat, yakni kurang dari tiga menit, dan satu unit alat itu bisa digunakan untuk sekitar 100 ribu kali tes. Alat tersebut memiliki tingkat akurasi 93-95 persen dengan sensitivitas 89-92 persen dan spesifitas 95-96 persen.

Alat penapisan itu mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC) yang spesifik dari penderita COVID-19 yang terkandung dalam embusan napas seseorang. Bahkan mampu mendeteksi mereka yang baru dua hari terpapar virus tersebut, sedangkan tes berbasis polymerase chain reaction (PCR) atau rapid antigen belum mampu mendeteksi pada periode yang sama.

Alat yang dijual dengan harga eceran tertinggi Rp62 juta per unit belum termasuk PPn tersebut telah dipasang di beberapa tempat publik seperti Stasiun Pasar Senen dan Stasiun Yogyakarta. Di Stasiun Senen saja, masyarakat hanya perlu membayar tarif sebesar Rp20.000 untuk tes COVID-19 dengan menggunakan GeNose C19.

Sementara CePAD, alat tes cepat (rapid test) berbasis antigen, memiliki akurasi 84 persen untuk mendeteksi COVID-19, yang melampaui syarat akurasi untuk tes antigen dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Inovasi dari tim peneliti Universitas Padjajaran itu mendeteksi keberadaan antigen virus dari sampel nasal swab pada saat jumlah virus (viral load) dalam tubuh seseorang sedang tinggi.

Harga tes menggunakan alat itu sebesar Rp120 ribu, dan hasil tes keluar relatif cepat sekitar 15 menit. Dan sekarang sudah digunakan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjajaran, Laboratorium Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Rumah Sakit Santosa Bandung.

Universitas Padjajaran bekerja sama dengan produsen PT Pakar Biomedika Indonesia, dan distributor PT Usaha Bersama Jabar, untuk memproduksi sebanyak 500 ribu unit CePAD per bulan.

Selanjutnya ada Kit Diagnostik RT-PCR BioCov-19 dikembangkan oleh Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan COVID-19 (TFRIC-19) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), PT Bio Farma, dan Nusantics yang didukung oleh Gerakan Indonesia Pasti Bisa yang dikoordinir oleh East Ventures.

Pada akhir Mei 2020, sebanyak 100.000 PCR tes kit mulai didistribusikan secara gratis ke laboratorium dan rumah sakit dengan strategi 3T, yaitu tepat laboratorium, tepat jumlah dan tepat waktu. Alat itu telah digunakan antara lain di Manado, Papua, Aceh, Bali dan Jawa.

Baca juga: Kemristek dorong pengembangan ventilator ICU pertama di Indonesia

Alat kesehatan pendukung

Berbagai produk riset dan inovasi juga dikembangkan dalam bentuk alat kesehatan pendukung diantaranya ventilator, Mobile Lab BSL-2, Robot RAISA, respirator PAPR, ATTACT, Powered Air Purifying Respirator, Robot KECE dan Autonomous UVC Robot.

Harapannya, hasil inovasi itu diharapkan dapat mengurangi ketergantungan impor alat kesehatan, yang mana pada saat pandemi dimulai, Indonesia masih mengimpor ventilator, suatu alat bantu pernapasan yang krusial dalam penanganan pasien COVID-19.

Ventilator adalah mesin yang berfungsi untuk membantu pernapasan pasien yang tidak dapat bernapas sendiri, sehingga pasien mendapat asupan oksigen yang cukup. Kekurangan ventilator akan berdampak buruk bagi upaya penyelamatan pasien.

Sejumlah ventilator lokal telah dimanfaatkan di tengah masyarakat, diantaranya BPPT3S-LEN, GERLIP HFNC-01, Vent-I Origin, Ventilator Transport Covent-20 UI, dan Dharcov-23S.

GERLIP HFNC-01 dikembangkan LIPI bekerja sama dengan PT Gerlink Utama Mandiri. Ventilator High Flow Nasal Cannula (HFNC) bermanfaat untuk mencegah pasien tidak sampai gagal nafas dan tidak harus diinkubasi menggunakan ventilator invasif dengan cara memberikan terapi oksigen beraliran tinggi.

Vent-I Origin merupakan model ventilator Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) yang dikembangkan Yayasan Pembina Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB) bersama Universitas Padjajaran dan Institut Teknologi Bandung. Ada 139 unit Vent-I produksi pertama pada 2020 telah didistribusikan kepada rumah sakit yang membutuhkan.

Covent-20 merupakan ventilator hasil kolaborasi dari para peneliti di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II Jurusan Teknik Elektromedik.

Alat tersebut mudah dibawa dan dapat digunakan dalam keadaan darurat. Covent-20 memiliki dua mode operasi yaitu mode Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dan Continuous Mandatory Ventilation (CMV).

Mode Ventilasi CPAP dioperasikan ketika kondisi pasien masih sadar untuk membantu oksigenasi ke paru-paru pasien, sedangkan mode CMV dioperasikan ketika pasien tidak sadar atau mengalami kesulitan mengatur pernafasannya untuk mengambil alih fungsi pernafasan pasien.

Kedua mode itu dapat digunakan pada saat pasien berada di rumah maupun dalam perjalanan atau di mobil ambulance, namun tidak digunakan di ruang isolasi.

Dharcov-23S adalah ventilator Emergency CMV dan CPAP berbasis pneumatic, yang dikembangkan oleh BPPT bekerja sama dengan PT Dharma Precission Tools.

Sejumlah unit ventilator itu telah dihibahkan oleh Dharma Group antara lain tiga unit untuk RS Syafuliful Anwar Malang, satu unit untuk RS Kalianget Madura, satu unit untuk RS Husada Utama Surabaya, satu unit untuk RSUD Tangerang, satu unit untuk RS M Ridwan Maureksa, satu unit untuk RS Pertamina Jaya, satu unit untuk RSUD Balaraja, satu Unit diserahkan ke Kementerian Riset dan Teknologi.

Adapun sejumlah ventilator sudah bisa dibeli secara langsung melalui e-katalog LKPP, yakni BPPT3S-LEN dengan harga Rp25 juta, Vent-I CPAP dengan harga Rp24 juta, dan Dharcov-23S dengan harga Rp78,5 juta.

Mobile Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2) dikembangkan untuk memperkuat proses 3T yakni tracing, testing dan treatment dalam mempercepat upaya penanganan dan memutus mata rantai penyebaran COVID-19.

Pada periode Maret–Desember 2020, BPPT mengembangkan Mobile Lab BSL 2 menjadi beberapa varian, yakni kontainer, trailer, dan yang terbaru dalam bentuk bus. Laboratorium bergerak pertama dalam bentuk kontainer itu telah diserahterimakan dan difungsikan di Rumah Sakit (RS) Ridwan Meuraksa di Jakarta Timur pada 19 Mei 2020.

Mobile lab varian kontainer tersebut telah beroperasi di beberapa tempat di Indonesia, seperti di Jakarta Timur, Plaju Palembang dan Medan Sumatera Utara.

Mobile Lab BSL-2 dibangun mengikuti standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung tes usap COVID-19 antara lain peralatan PCR untuk tes usap (swab test) COVID-19, bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis.

Diberangkatkan dari Jakarta pada 16 Desember 2020, Mobile lab BSL-2 varian bus melakukan perjalanan untuk membantu pengujian sampel COVID-19 ke Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada 18-19 Desember 2020, Dinas Kesehatan Denpasar di Bali pada 22-24 Desember 2020, dan Ponpes Darul Ulum Jombang di Jawa Timur pada 26-28 Desember 2020, dan kembali ke BPPT pada 29 Desember 2020.

Baca juga: Lab Mobile BSL 2 beroperasi di Bandara Soetta percepat tes PCR 8 jam


Obat dan terapi

Obat dan terapi merupakan bagian penting dari upaya penanganan pandemi COVID-19. Penelitian mengenai obat dan terapi tersebut masih terus berlangsung saat ini, beberapa memasuki tahap uji klinis.

Multicenter Clinical Trial (Remdesivir, Chloroquine Phospate, Pil Kina, Tamiflu, Lopinavir, Ivemercitin, Plasma Konvalesen) merupakan pengembangan analisis big data yang dipimpin langsung oleh Kementerian Riset dan Teknologi berkoordinasi dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kesehatan Kementerian Kesehatan.

Indonesia sedang melakukan uji klinis pada terapi plasma konvalesen dan mengembangkan terapi sel punca mesenkimal untuk membantu penanganan pasien COVID-19. Dari hasil uji sementara saat ini, ternyata terapi plasma konvalesen menunjukkan kontribusinya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.

Plasma konvalesen diperoleh dari plasma darah milik orang sembuh COVID-19 dan diproses untuk diberikan kepada pasien terinfeksi COVID-19. Plasma darah dari penyintas COVID-19 mengandung antibodi yang berperan sebagai anti virus, untuk melawan virus COVID-19 yang ada di tubuh pasien COVID-19.

Pendonor plasma konvalesen terbaik adalah penyintas COVID-19 yang sebelumnya pernah dirawat sebagai pasien COVID-19 berkategori sedang sampai berat. Sementara penerima donor plasma konvalesen adalah pasien COVID-19 yang tergolong kategori ringan menuju sedang.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan uji klinis plasma konvalesen masih berlanjut di tahun 2021 karena kurang donor untuk penyiapan plasma. Uji klinis menyasar 364 sampel, namun pada 2020 sampel terkumpul hanya 103 sampel, sehingga upaya melengkapi kekurangan sampel akan dilakukan pada 2021.

Institusi yang terlibat dalam uji klinis plasma konvalesen yakni Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan dan 25 rumah sakit di tahun 2020, dan di tahun 2021 terdapat tambahan lima rumah sakit yang akan berpartisipasi.

Baca juga: Wamenkes: Uji klinis plasma konvalesen butuh lebih banyak donor

Peningkat daya tahan tubuh

Peningkat daya tahan tubuh diperlukan untuk menjadi suplemen dalam rangka menjaga tubuh tetap fit, sehingga diharapkan tubuh tetap terjaga dan terpelihara sehat.

Produk riset yang berfungsi untuk menjaga daya tahan tubuh diantaranya jamu herbal imunogama, wedang uwuh, permen cajuput, teh jahe, minyak kayu putih, virgin coconut oil, curcuma pro, OST-D, dan Teh Dia.

Imunomodulator juga dikembangkan LIPI untuk meningkatkan imunitas tubuh. Ada dua produk imunomodulator yaitu Cordyceps militaris, dan kombinasi ekstrak herbal yang terdiri dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale var Rubrum), daun meniran (Phyllanthus niruri), sambiloto (Andrographis paniculata), dan daun sembung (Blumea balsamifera).

Sudah selesai dilakukan uji klinis penggunaan imunomodulator pada 90 subyek penelitian dengan rentang usia 18-50 tahun yang diberikan intervensi selama 14 hari di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet.

Saat ini sedang menunggu hasil analisa dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait evaluasi hasil uji klinis tersebut.

Pengembangan vaksin Merah Putih termasuk menjadi prioritas utama Indonesia sebagai upaya untuk mendukung kemandirian bangsa terhadap vaksin.

Vaksin Merah Putih adalah vaksin COVID-19 yang menggunakan isolat virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang memang bertransmisi di Indonesia, dan pengembangan bibit vaksinnya dikerjakan oleh para ahli dan peneliti Indonesia, dan pada akhirnya produksinya pun dilakukan di Indonesia.

Hingga saat ini, pengembangan vaksin Merah Putih dilakukan oleh enam institusi penelitian dan perguruan tinggi, yakni Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, LIPI, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga, dan Universitas Gadjah Mada dengan platform pengembangan yang berbeda-beda.

Yang paling progresif sekarang ini adalah vaksin yang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dengan menggunakan platform subunit protein rekombinan. Vaksin yang dibuat Eijkman itu sudah mencapai kemajuan sekitar 60 persen dari skala laboratorium.

Bibit vaksin itu ditargetkan akan diserahkan kepada PT Bio Farma pada Maret 2021 untuk bisa dilakukan uji klinis fase satu pada manusia. Selanjutnya, PT Bio Farma akan memformulasikan bibit vaksin agar bisa disiapkan untuk uji klinis pada manusia.

Tidak berhenti sampai di situ. Kegiatan riset dan pengembangan masih terus berlanjut untuk menemukan solusi dan inovasi lain dalam penanggulangan COVID-19 dan pemulihan perekonomian di Indonesia.

Berbagai produk riset dan inovasi tersebut diharapkan dapat membantu penanganan COVID-19 di Tanah Air sehingga dapat memulihkan ekonomi bangsa dengan memprioritaskan kesehatan masyarakat.

Baca juga: Menristek harap vaksin Merah Putih dapat izin darurat akhir 2021
Baca juga: Menristek: Vaksin Merah Putih menjaga keberlanjutan "herd immunity"

Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021